Meningkatnya perdagangan satwa liar menjadi ancaman bagi kehidupan flora dan fauna di Indonesia. Salah satunya kukang (Nyticebus sp) yang saat ini keberadaannya terancam punah.
Mencegah perdagangan satwa liar ilegal menjadi bagian penting sebagai upaya pelestarian kukang. Salah satunya seperti yang dilakukan Pusat Rehabilitasi Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) Jalan Curug Nangka, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Taman Sari, Ciapus, Bogor, Jawa Barat.
Pemeriksaan medis terhadap kondisi kukang secara rutin dilakukan. Ini merupakan proses supaya kukang tersebut dapat kembali normal dan bisa kembali ke habitatnya. Pemeriksaan medis ditangani langsung oleh dokter hewan Wendi.
“Pengecekan secara medis dilakukan jika ada kukang yang mengalami sakit, seperti luka, atau gangguan pencernaan. Saat ini ada empat jenis kukang, yaitu jenis kukang Sumatera (Nycticebus coucang) yang akan dicek, satu di antaranya mengalami luka,” kata Drh Wendi.
Wendi mengatakan, pemeriksaan secara umum dilakukan dengan mengukur panjang tubuh, pengambilan sampel darah dan juga rontgen. Proses pengecekan ini merupakan bagian dari bagian dari rehabilitasi yang dilakukan YIARI untuk memastikan satwa liar yang berada di lokasi tersebut dapat kembali normal sehingga dapat dikembalikan ke habitatnya.
“Biasanya permasalahan yang sering dirasakan kukang adalah gangguan pada pencernaan,” kata Wendi.
Kukang Rescue
Bertempat di kawasan kaki Gunung Salak, Pusat Rehabilitasi YIARI berdiri sejak tahun 1998 yang bergerak di bidang pelestarian satwa liar di Indonesia dengan konsep 3 R+M, Rescue, Rehabilitation, Release dan Monitoring. Sampai dengan saat ini YIARI menangani beberapa jenis satwa liar, baik dari hasil penyitaan perdagangan liar, peliharaan, dan juga konflik dengan manusia. Di antaranya adalah kukang (Nycticebus sp), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), orangutan (Pongo pygmaeus) dan juga beberapa spesies lainnya.
“Sampai dengan saat ini setidaknya ada 150 kukang yang dititiprawatkan di Pusat Rehabilitasi YIARI baik dari Jawa maupun Sumatera yang menjalani proses rehabilitasi di tempat ini,” kata Risanti, Staff Media Yayasan IAR Indonesia. Dia menambahkan jumlah itu didapat dari hasil sitaan perdagangan ilegal dan yang dipelihara oleh warga.
Sementara itu Aris Hidayat mengatakan di YIARI tidak semua kukang yang berada di sini bisa dilepasliarkan ke habitatnya, karena umumnya kukang yang diserahkan dalam kondisi tidak baik. Salah satunya taring gigi yang dipotong pada kukang. Akibatnya, kukang tidak lagi mampu untuk melindungi diri di alamnya.
“Dari sekian banyak kukang yang direhabilitasi, setidaknya sekitar 70 persen tidak dapat dikembalikan ke habitatnya karena giginya dipotong paksa oleh bekas pemiliknya,” kata Aris.
Dia menambahkan, sementara ini masih dipikirkan solusi untuk menampung kukang yang tidak dapat dikembalikan ke habitatnya. Salah satu rencana pilihannya adalah dilepaskan di sebuah kawasan hutan dengan kandang besar agar dapat dipantau secara rutin.
Indonesia memiliki tiga jenis kukang yang tersebar di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) merupakan salah satu jenis yang statusnya terancam punah berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN). Penyebarannya yang berada di bagian barat dan tengah pulau Jawa ini menjadi salah satu jenis primata yang mengalami penurunan tajam secara populasi akibat perburuan liar, perdagangan ilegal, hewan peliharaan dan untuk obat tradisional.
Yayasan IARI memiliki dua pusat rehabilitasi yang berada di Bogor dan Kalimatan yang terlibat secara langsung dalam program sosialisasi dan pendidikan lingkungan kepada masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidup satwa liar dan melestarikan habitat.
Sumber berita : satuharapan.com