Nama Panggilan
Kukang sumatera adalah nama umum Indonesia untuk menyebut jenis kukang yang memiliki nama latin Nycticebus coucang (Boddaert, 1785). Kukang ini memiliki sebutan dalam bahasa Inggris yaitu Greater Slow Loris. Bagi masyarakat lokal, kukang sumatera sering disebut dengan beberapa nama, seperti Bukang, Pukang, atau Buah angin di Aceh.
Status Konservasi
Kukang sumatera termasuk ke dalam daftar satwa dilindungi Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada keputusan Menteri Pertanian No. 66/Kpts/Um/2/1973 pada 14 Februari 1973. Keputusan ini semakin diperkuat dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Di tahun 1999, kukang dengan nama latin Nycticebus coucang dicantumkan dalam daftar satwa dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Peraturan pemerintah ini kemudian diperbaharui berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018, yang tertulis sebagai jenis tersendiri yaitu kukang sumatera.
Secara internasional, IUCN mengkategorikan kukang sebagai satwa terancam (Endangered). Hal ini dikarenakan populasinya yang telah menurun lebih dari 50% dalam kurun waktu tiga generasi atau 24 tahun. Sedangkan menurut CITES, kukang sumatera digolongkan ke dalam Appendiks I yang artinya tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan.
Catatan Taksonomi
Pada awalnya, taksa ini meliputi beberapa jenis subspesies, yang di kemudian hari teridentifikasi sebagai spesies tersendiri. Sejumlah kecil zona percampuran (hybrid) ditemukan antara spesies ini dan Nycticebus bengalensis yang ada di selatan semenanjung Thailand. Kajian taksonomi lebih lanjut mengenai kemungkinan ini diperlukan untuk merevisinya (Lim et al. 2007, K. A. Nekaris unpubl. data).
Beberapa penulis menyatakan bahwa bentuk morfologi dari jenis yang ada di pulau Natuna sangatlah unik untuk disebut subspesies N. c. natunae (Chasen 1935, Indrawan and Rangkuti 2001). Beberapa lainnya menyatakan bahwa bentuk morfologi yang ada di Sumatera bagian Utara merupakan taksa yang terpisah, yaitu N. hilleri, yang kemudian ditindaklanjuti dan mengecualikan Sumatera bagian Utara sebagai spesies tersendiri.
Penamaan Greater Slow Loris sendiri merupakan istilah yang disematkan kepada kukang sumatera, sebagai induk nama dari spesies-spesies baru setelahnya. Misal, kakek buyut dalam bahasa Inggris dipanggil dengan Great-Grandfather.
Ciri Identifikasi
Rambut (ket: bulu pada tubuh mamalia disebut rambut) yang tumbuh sangat lebat dan halus. Warna rambut sangat bervariasi, mulai dari kelabu keputihan, kecokelatan hingga kehitam-hitaman. Pada punggung terdapat garis cokelat melintang dari bagian belakang tubuh hingga dahi. Garis cokelat tersebut, bercabang ke dasar telinga dan mata. Pada bagian mata, rambut cokelat ini berbentuk bundar atau oval hingga menyerupai kacamata. Panjang tubuh termasuk kepala sekitar 190-275 mm untuk betina dewasa dan jantan sekitar 300-380 mm. Ekornya pendek dan melingkar panjangnya antara 10-25 mm. Berat tubuh jantan dan betina dewasa antara 375-900 gram.
Sebaran
Kukang sumatera tersebar cukup luas di hampir seluruh Pulau Sumatra, Batam dan Galang di Kepulauan Riau, dan Pulau Tebingtinggi dan Bunguran di Pulau Natuna Utara. Kukang sumatera juga tersebar di semenanjung Malaya dan Pulau Tioman, semenanjung selatan Thailand (dari tanah genting Kra Selatan) dan Singapura.
Habitat & Ekologi
Hutan primer dan sekunder dataran rendah, hutan bambu, hutan bakau. Kadang kadang mereka juga ditemukan di daerah perkebunan, terutama perkebunan cokelat. Kukang lebih sering ditemukan di tepi habitat hutan, hal ini kemungkinan karena pada daerah tepi memiliki dukungan kelimpahan sumber pakan.
Di daerah sumatera, kukang biasa ditemukan di kebun-kebun masyarakat. Seperti kebun kopi, lada, dan kebun lainnya yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat. Tidak jarang masyarakat menemukan kukang yang pemukimannya berdekatan dengan kebun, atau tidak sengaja masuk ke rumah dan memakan hasil panen kebun.
Meski sering ditemukan di kebun, kukang tidak bersifat hama dan menganggu. Kukang justru membantu proses penyerbukan tanaman atau mengurangi hama serangga.
Pakan Alami
Hampir separuh jenis makanan kukang sumatera adalah buah-buahan berserat. Selain itu, kukang juga makan serangga, dan binatang kecil lainnya, seperti moluska dan melata seperti kadal. Kadang-kadang memakan telur burung, dan biji-bijian dari suku leguminosae (biji polong), termasuk buah atau biji cokelat.
Kukang juga memakan nektar bunga, getah pohon, dan hewan arthropoda dalam porsi kecil. Kukang sangat pemilih dalam hal makanan. Hanya buah yang matang yang akan dipilih dan dimakan tanpa merusak buah lainnya. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sebuah pohon untuk menghisap nektar bunga.
Sosial & Perilaku
Kehidupan sosial kukang sangat sedikit sekali diketahui. Kukang sering ditemukan hidup menyendiri (soliter) di alam, atau terkadang terlihat berpasangan terutama pada saat musim kawin dan mengasuh anaknya.
Pergerakan kukang sangat lambat, bergerak dengan menggunakan keempat anggota tubuhnya (quodropedal). Kadang-kadang mereka menggantung saat akan pindah ke dahan di depannya. Pada saat bergerak malam hari, kukang jantan memberikan atau menandai dengan air kencingnya pada pohon yang dilalui sebagai daerah teritorialnya.
Kukang sering mengeluarkan suara desisan (mendesis) bila merasa terganggu, baik pada jantan maupun betina. Suara desisan pada kukang yang masih bayi sedikit perlahan, terdengar saat akan menyusui. Suara panggilan juga kadang-kadang keluar saat terjadi sesuatu. Pada saat birahi tiba, betina mengeluarkan lengkingan yang cukup keras. Bayi kukang sering mendesis perlahan seperti akan menyusui dan sebagainya.
Mereka aktif pada malam hari (nocturnal) dan hidup di pohon (arboreal). Pada siang hari tidur di percabangan pohon, atau kadang-kadang di rumpun bambu, dan tidak membuat sarang.
Ancaman
Perburuan dan perdagangan kukang sebagai peliharaan marak terjadi pada kukang sumatera. Berdasarkan kasus penegakan hukum pada tahun 2013, sebanyak 238 individu kukang diselundupkan melalui pelabuhan Merak, Banten, untuk diperjualbelikan di kota besar seperti Jakarta.
Meski upaya penegakan hukum sudah banyak dilaksanakan, namun penyelundupan kukang sumatera masih terus terjadi hingga kini. Hal ini bisa dilihat dari laporan pengembalian melalui Kukangku yang masih menemukan serahan kukang sumatera eks peliharaan.
Konflik kukang dengan instalasi listrik juga umum terjadi di Sumatra. Berdasarkan laporan dari PLN Lampung, kasus gangguan jaringan listrik banyak disebabkan oleh kukang yang tidak sengaja melintasi kabel lalu masuk ke area trafo bertegangan tinggi. Kukang yang tersengat listrik banyak yang mengalami kematian atau luka bakar parah.
Inovasi alat penghalau kukang agar tidak masuk ke area trafo tegangan tinggi kini tengah dikembangkan dan sedang dilakukan uji coba. Kajian efektivas alat tersebut perlu mempertimbangkan aspek keselamatan satwa dan juga petugas kelistrikan.
Tren Populasi
Menurun