Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Primata Yayasan IAR Indonesia berkolaborasi dengan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBBS) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat melakukan pemindahan lima belas individu Kukang SSumatea untuk dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung.
Kelima belas primata nokturnal (aktif malam hari) itu merupakan sitaan penegak hukum dan serahan masyarakat sejak 2013 lalu. Mereka terdiri dari enam individu jantan dan sembilan individu betina. Dari hasil pemeriksaan medis, primata pemilik mata bulat tersebut dinyatakan siap dipulangkan ke habitat alaminya setelah menjalani serangkaian tahapan untuk mengembalikan sifat liarnya di Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia, kaki Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
“Sejak penyelamatannya, kukang menjalani pemeriksaan dan perawatan medis secara intensif, proses karantina, dan tahapan rehabilitasi. Selain itu, aktivitas, perilaku pakan serta kebiasaan mereka juga diamati untuk memastikan bahwa perilaku kukang sudah normal menjadi liar kembali,” ujar Manajer Program IAR Indonesia, Robithotul Huda, melalui keterangan pers yang diterima Arah.com, Selasa (8/8).
Huda menambahkan, pihaknya membutuhkan waktu lama dan biaya besar untuk yang mengembalikan sifat liar Kukang korban perdagangan dan pemeliharaan. Mereka umumnya sudah terbiasa hidup dengan manusia dan perilakunya berubah tidak seperti Kukang liar, sehingga mereka membutuhkan waktu lagi untuk menyesuaikan diri supaya bisa dilepasliarkan.
“Tim bekerja keras memberikan perawatan dan perlakuan sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa hingga kukang bisa kembali menikmati kebebasan di alam liar. Mereka dirawat optimal sesuai prosedur karantina, hingga masuk tahapan rehabilitasi seperti pengenalan pakan dan perilaku alami. Kini perilaku dan kondisi kesehatannya baik sehingga layak untuk dikembalikan ke habitat asalnya,” jelas Huda.
Koordinator Pelepasliaran Kukang Sumatera Bobbi Muhidin, mengatakan prosesi pelepasliaran kukang dilaksanakan oleh tim IAR serta staf TNBBS beserta relawan. Mereka mengangkut kandang transportasi berisi kukang dengan berjalan kaki masuk ke dalam hutan di kawasan TNBBS menuju area habituasi kukang
“Habituasi merupakan kawasan di dalam area TNBBS sebagai lokasi kukang untuk beradaptasi dengan habitat barunya hingga akhirnya benar-benar bisa dilepasliar, ” ujar Muhidin.
Dia menambahkan bahwa pasca pelepasliaran kukang tetap ada proses panjang yang harus dilakukan untuk memastikan kukang sukses bertahan hidup di alam. “Setiap hari tim melakukan monitoring untuk mengetahui perkembangan perilaku kukang di dalam habituasi. Apabila menunjukkan perkembangan yang baik, mencari makan secara alami, beradaptasi dengan alamdan bisa survive, barulah kukang itu bisa benar-benar dilepasliar,” tambahnya.
Pasca lepasliar, kukang juga tetap dipantau selama sekitar enam bulan untuk mengetahui bagaimana perilaku alaminya di habitat asal. Untuk memudahkan pemantauan, kukang terlebih dahulu dipasang radio collar di bagian leher.
“Radio collar itu berfungsi sebagai pengirim sinyal yang nantinya ditangkap oleh antena dan menimbulkan bunyi di receiver. Bunyi yang keluar dari receiver itu membantu tim monitoring untuk menemukan keberadaan kukang di alam,” tambahnya.
Pelepasliaran kukang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ini merupakan inisiasi IAR Indonesia bekerja sama dengan BBKSDA Jawa Barat dan Balai Besar TNBBS. Kawasan TNBBS dijadikan sebagai lokasi lepasliar karena statusnya sebagai kawasan konservasi sehingga bisa menjamin keselamatan kukang dari aktivitas manusia. Selain itu, hasil survey tim IAR Indonesiajuga menunjukkan keanekaragaman dan ketersediaan pohon pakan kukang di wilayah TNBBS cukup tinggi.
Kukang atau yang dikenal dengan nama lokal Malu-malu merupakan primata nokturnal yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999.
Sumber berita : arah.com