Sebuah pesan dari aplikasi perpesanan datang dari kawan-kawan di lapangan. Dalam pesan itu terlampir sebuah foto kukang yang terlihat babak belur. Bagian mukanya bengkak serta mata kirinya hancur.
“Digebukin warga karena mencuri kacang-kacangan,” begitulah isi pesan singkatnya. Miris sebenarnya ketika membaca kata ‘mencuri’ disematkan pada kukang. Karena bagaimana pun, kukang tidak bisa mengetahui hak kepemilikan suatu benda.
Selain karena ‘mencuri’, kukang tersebut juga diyakini membawa sial. Sebuah mitos yang seringkali disematkan pada kukang si satwa malam ini. Namun, melukai kukang justru bertentangan dengan mitos-mitos lokal. Misalnya, mitos menghindari tetesan darah kukang mengalir ke tanah yang digarap.
Label sebagai satwa hama dan pembawa sial sudah melekat pada kukang, lalu seperti apa sih kebenarannya?
Kukang bantu petani kontrol hama
Hutan bukanlah satu-satunya habitat kukang. Kukang kini beradaptasi untuk bisa hidup berdampingan dengan manusia di kebun-kebun yang kaya akan pakan alaminya. Meski begitu, keberadaan kukang tak lantas menjadikannya hama yang merugikan.
Perilaku makan kukang termasuk sangat rapi dan selektif, rasa-rasanya terlalu berlebihan jika sampai merugikan hasil pertanian. Meski sering ditemukan berdampingan di kebun-kebun warga, kukang memiliki pakan alami yang disukai seperti serangga, getah kayu, dan juga nektar bunga.
Kukang ditemukan juga memakan hasil tani berupa sayuran atau buah. Meski tidak dalam porsi yang besar, ketertarikan kukang pada buah yang matang menjadikannya pemilih yang baik. Gerak-geriknya yang lambat dan luwes, hampir tidak membuat kerusakan parah pada tanaman di kebun. Kesukaannya pada nektar bunga, justru membantu dalam proses penyerbukan buah dan sayuran.
Di sisi lain, serangga yang menjadi hama dan musuh petani adalah makanan favorit kukang. Dengan kata lain, kukang turut membantu para petani dengan mengontrol populasi serangga yang merugikan.
Maka dari itu, menjaga kukang di habitatnya memberikan peran penting bagi ekosistem mikro di perkebunan. Selain itu, kita turut berperan untuk menyelamatkannya dari ancaman kepunahan.
Baca juga : 5 Fakta Kukang, Si Primata Pemalu Bermata Bulan
Mitos kukang disegani bukan disakiti
Mitos kukang tentunya adalah sebuah kearifan lokal untuk menjaga kita sebagai manusia dan juga satwa itu sendiri. Di banyak daerah, mitos kukang memang erat kaitannya dengan hal-hal negatif. Bahkan jika ada yang menyimpan kukang, maka orang tersebut disinyalir memiliki niat jahat.
Dalam mitos, kukang sering sekali digunakan untuk niat-niat buruk, seperti pelet, ilmu hitam, atau tumbal. Di beberapa daerah bahkan dipercayai bahwa jika darah kukang menetes pada suatu lahan, niscaya lahan tersebut akan merugi. Mitos ini beredar cukup lama di masyarakat, dan sebagian besar percaya pada kebenaran cerita ini.
Kearifan lokal untuk tidak menganggu kukang bukan hanya sekedar mengikuti aturan hukum. Leluhur paham bagaimana menjaga kita dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Faktanya, kukang termasuk satwa yang berbahaya jika mengigit. Bisa (venom) kukang berakibat buruk bagi sebagian orang, meski hanya gigitan kecil.
Di beberapa kasus yang pernah terjadi, orang yang menangkap kukang berakhir tak sadarkan diri setelah tergigit. Beberapa lainnya merasakan ketidaknyamanan tubuh seperti demam dan pusing.
Ada juga mitos yang menyebutkan bawa kukang bikin sial. Mitos ini tentunya kini banyak menjadi kenyataan. Terutama bagi orang yang menyalahgunakan, baik memburu maupun memperdagangkannya. Hukum perlindungan satwa dapat menjerat si pelaku, dan tak sedikit yang masuk bui karenanya.