Sebanyak 17 kukang jawa (Nycticebus javanicus) korban perdagangan online dilepasliarkan di hutan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, Sabtu, 27 mei 2017.
Menurut keterangan Dokter Hewan IAR Indonesia, drh. Nur Purba Priambada primata yang termasuk di antara 25 jenis primata paling terancam punah di dunia. Pelepasliaran ini merupakan inisiasi dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Subdirektorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa Yayasan IAR Indonesia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, dan TNGC.
Primata yang dilepasliarkan tersebut terdiri dari 10 betina dan 7 jantan. Tim gabungan Ditjen Gakkum KLHK dan Kepolisian Resort Majalengka pada Januari lalu menyintanya dari pedagang yang memperjualbelikan satwa dilindungi lewat Facebook.
“Kini kondisi fisik dan perilaku kukang telah layak untuk dilepasliarkan, setelah sebelumnya mereka menjalani masa karantina dan rehabilitasi di kaki Gunung Salak, Bogor sekaligus untuk menyesuaikan iklm,” ungkap Nur Purba Priambada.
Dijelaskannya, konsidi kukang saat penyelamatan mengalami stess, dehidrasi dan malnutrisi. Hal itu karena penempatan dalam kandang yang sempit dan pakan tidak sesuai.
“Jumlah total kukang yang diselamatkan ada 19 individu. Namun, dua individu (satu bayi dan dewasa) mati karena kondisi kesehatan yang buruk. Mereka mati saat tiba di Pusat Rehabilitasi,” kata Nur Purba Priambada.
Pelepasliaran kukang jawa di TNGC sendiri merupakan salah satu strategi untuk menjaga dan meningkatkan populasi jenis primata sebagai satwa endemik yang kini jumlahnya semakin berkurang di alam. Dengan luas sekitar 15.500 ha TNGC merupakan kawasan konservasi yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis dan berfungsi sebagai kawasan pelestarian dan perlindungan terhadap kelangsungan hidup satwa tertentu agar tidak punah.
Hewan dilindungi
Kukang atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata nokturnal yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Kukang terancam punah karena kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Primata pemilik mata bulat itu termasuk dalam Apendiks I oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species). Maksudnya, dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Namun, saat ini kasus perdagangan kukang secara online kian marak di Indonesia.
Manajer Program IAR Indonesia, Robithotul Huda, mengatakan perdagangan untuk pemeliharaan memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang sebab pembelian yang dilakukan oleh pemelihara akan membuat perdagangan tetap berlangsung.
“Mengingat prinsip ekonomi supply and demand, pemeliharaan kukang bersifat mentenagai perdagangan artinya perburuan akan terus berlangsung. Untuk itu kami sangat mengimbau kepada masyarakat jangan pernah membeli atau memelihara kukang. Memelihara kukang sama saja dengan eksploitasi,” kata Robithotul Huda .
Menurutnya, display kukang di pasar hewan sudah berkurang. Akan tetapi jenis primata soliter itu kini banyak dijual oleh grup jual beli hewan di media sosial.
“Dari hasil pantauan tahun 2016 terhadap 50 grup jual beli hewan di media sosial facebook. Terdapat 625 kukang di dipamerkan untuk dijual. Sementara masih ada ratusan grup jual beli hewan yang lain,” katanya.
Sumber berita : pikiran-rakyat.com