Tingginya minat masyarakat untuk memelihara kukang meningkatkan potensi perburuan dan perdagangan ilegal satwa malam ini semakin meluas. Dalam kurun 9 tahun, ribuan kukang telah diambil paksa dari habitatnya, sebagian besar dijual sebagai satwa peliharaan. Diperkirakan jumlah populasi kukang di habitatnya mengalami penurunan.
Permasalahan ini menimbulkan perbedaan sudut pandang dari berbagai kalangan. Salah satunya dari kalangan hobiist atau pecinta satwa. Mereka beranggapan bahwa upaya konservasi yang dilakukan oleh aktivis dan pemerintah tidak efektif dalam mengurangi angka perburuan dan perdagangan ilegal.
Untuk itu, penangkaran kukang komersil dikatakan sebagai sebuah solusi untuk menekan angka kejahatan perdagangan ilegal kukang. Saran ini pernah dilontarkan oleh salah satu akun melalui pesan langsung di instagram Kukangku.
Menurutnya, pengadaan penangkaran legal dapat mengatasi masalah tersebut. Adanya penangkaran ini disinyalir akan mengatasi tantangan konservasi kukang, sekaligus memberikan kesempatan pada pecinta satwa untuk memelihara kukang secara legal.
Baca juga : Terancam Punah, 3.983 Kukang Dijajakan Secara Daring
Namun pertanyaannya, apakah penangkaran kukang itu efektif untuk mengurangi angka perburuan dan perdagangan?
Menurut analisa dari kukangku, pengadaan penangkaran kukang sebenarnya kurang efektif untuk menjawab tantangan konservasinya. Agar kita berada pada satu pemahaman yang sama, istilah “penangkaran” merujuk pada budidaya satwa dengan tujuan komersil. Sedangkan penangkaran untuk tujuan konservasi, kami lebih senang menyebutnya dengan istilah pusat penyelamatan/pusat rehabilitasi satwa.
Beberapa faktor ini adalah alasan kenapa penangkaran bukanlah bagian dari solusi konservasi kukang:
1. Regulasi penangkaran di Indonesia yang masih belum efektif
Dalam laporan Traffic tahun 2017, Indonesia masih memiliki regulasi penangkaran yang lemah. Misalnya, pengaturan kuota satwa di fasilitas penangkaran Indonesia. Kuota satwa diperkirakan melebihi kemampuan penangkaran dalam menghasilkan jumlah satwa sesuai dengan kemampuan satwa dalam berkembang biak. Selain itu, kontrol terhadap penangkaran memiliki celah yang memungkinkan bagi penangkar melakukan kecurangan.
2. Adanya kemungkinan pencucian satwa (wildlife laundering)
Untuk memenuhi kuota satwa yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penangkaran melakukan pencucian satwa, atau sebuah istilah dimana penangkaran mencampur hasil tangkar dengan hasil buruan satwa liar. Data keluaran satwa dimanipulasi sehingga satwa liar ini dianggap merupakan satwa hasil tangkar. Kecurangan ini jelas tidak memutus akar permasalahan, namun memberikan kesempatan kegiatan ilegal perburuan dan perdagangan melalui label hasil tangkar.
3. Tidak profitable
Induk kukang hanya dapat memiliki satu anak dengan masa reproduksi 5 – 6 bulan serta masa mengasuh bayi hingga usia satu setengah tahun. Selama daur hidupnya, induk kukang dapat menghasilkan anak sebanyak 3-5 individu. Sangat berbeda jauh dengan satwa yang memiliki interval reproduksi lebih cepat dan banyak, seperti ayam dan tikus.
Sementara itu, biaya perawatan kukang sangatlah mahal. Di pusat rehabilitasi kukang, biaya perawatan satu individu kukang bisa menghabiskan dana sebesar Rp20 juta dalam satu tahun. Biaya ini belum mencakup operasional seperti kandang dan pemeriksaan medis berkala. Apabila biaya itu dibebankan dengan harga penjualan kukang “legal”, kemungkinan besar penangkaran malah tidak akan mendapat keuntungan yang diharapkan atau balik modal. Untuk mendapatkan keuntungan, maka harga jual kukang legal akan dipatok dengan harga tinggi, melebihi harga jual pasar ilegal yang selama ini sudah terjadi.
Baca juga : 30 Tahun Lagi Kukang Punah Kalau Hal Ini Masih Terjadi
4. Kesejahteraan satwa yang terabaikan
Penangkaran perlu menerapkan prinsip kesejahteraan pada perawatan satwa. Namun, ada ketakutan bahwa belum ada yang mampu untuk menerapkan kesejahteraan ini untuk kebutuhan penangkaran di Indonesia. Dalam banyak kasus, kesejahteraan satwa pada kebun binatang saja masih sering kita jumpai belum memenuhi standar yang ada. Sehingga pada prakteknya, satwa-satwa di penangkaran akan dipaksa hanya untuk berkembang biak saja atau memenuhi target yang dipaksakan.
Praktek-praktek yang mengabaikan kesejahteraan satwa pernah terjadi pada kasus penangkaran musang untuk kopi luwak. Demi memenuhi target, musang dipaksa menjalani hidup pada ruang terbatas serta pakan kopi yang dijejalkan. Produk kopi luwak yang berasal dari penangkaran yang mengabaikan kesejahteraan satwa pada akhirnya ditentang, hingga sulit diterima oleh pasar internasional.
5. Perilaku kukang
Kajian perilaku kukang memang sudah mulai banyak diteliti, baik di alam maupun di pusat penelitian primata. Kukang yang memiliki karakter sosial semi-soliter tentunya akan sangat berpengaruh dalam proses penjodohan. Penggabungan dua individu kukang jantan dan betina tidak serta merta akan membuat mereka mudah kawin. Tipikal pemilih pasangan akan menyulitkan proses tersebut. Jika cocok mereka bisa kawin, namun jika tak cocok mereka rentan berkelahi hingga menyebabkan luka fatal.
Nah, kalau menurut kalian gimana? Efektif gak sih pengadaan penangkaran kukang komersial sebagai solusi konservasi? Terus, jika penangkaran kukang komersial diizinkan, berapa sih harga jual kukang yang paling masuk akal berdasarkan hitungan biaya produksi dan operasional?