Bangkai satu individu kukang kalimantan (Niycticebus menagensis) bergelantung di pohon. Tubuhnya hanya menyisakan belulang dengan bulu yang melekat. Pemandangan ini terlihat saat tim evakuasi satwa dari Yayasan Internasional Animal Rescue Indonesia (YIARI) bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat tiba di Resort Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalimantan Barat, Kamis (13/04/2017).
Bangkai lainnya teronggok di tanah, di atas daun-daun akasia yang gugur. Bagian tubuhnya relatif utuh. Keberadaan tim di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia ini memang untuk mengevakuasi 17 kukang yang menjadi satwa peliharaan di tempat wisata tersebut. Saat tim tiba lokasi, sang pemilik tidak di tempat.
Menuju lokasi tidaklah mudah. Tim harus menempuh sekitar 10 jam perjalanan, dua kali penyeberangan. Tempat peristirahatan ini belakangan dikenal dengan ikon rumah terbalik yang diklaim sebagai konsep pertama di Kalimantan Barat.
Petugas mencatat penyerahan dari NN Setiawan, seorang pelajar, yang berada di tempat tersebut sekaligus penjaga resort. “Menurut pemilik, kukang dibeli dari masyarakat seharga Rp100 ribu. Telah dipelihara empat bulan, diberi makan pisang,” ujar Kepala BKSDA Kalbar, Margo Utomo.
Kukang-kukang tidak dipelihara di kandang. Mereka menempati area terbuka yang ditumbuhi dua pohon. Lokasinya bersebelahan dengan genset yang menyala 24 jam. Di Desa Temajok, listrik hanya menyala malam hari. Tenaga listrik di pasok dari PLTD dan tenaga surya. Resort tersebut memiliki beberapa pondok dengan bentuk seperti tenda, terbuat dari kayu. Dua pohon tersebut diberi lampu.
Tim YIARI menduga kuat, kukang-kukang tersebut stres, sehingga tidak mau makan. Dari 17 individu kukang, hanya 7 yang bisa dievakuasi. Tiga individu mati, sementara 7 lainnya tidak diketahui. “Saat ini, satwa berada di kandang transit BKSDA Kalbar di Pontianak, untuk mendapatkan perawatan tim dokter dari YIARI sebelum dibawa ke Ketapang,” tambah Margo.
Sebelumnya, pada 8 April 2017, BKSDA Kalbar juga telah mengamankan dua individu kukang dari pemelihara di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Ketua YIARI, Tantyo Bangun, berharap ada tindakan hukum terkait kasus-kasus pemeliharaan satwa dilindungi itu.
“Selayaknya ada sanksi serius. Tidak saja dari sisi penegakan hukum, tetapi masyarakat luas harus mengutuk tindakan ini. Memelihara satwa liar dilindungi, sama saja dengan menyiksa. Tindakan tegas sesuai UU 5 Tahun 1990 layak diterapkan.”
Tantyo menuturkan, perdagangan untuk pemeliharaan berperan besar mendorong kepunahan kukang. Sebanyak 30 persen kukang hasil perburuan mati dalam perjalanan dari pemburu ke pedagang. Kukang mati karena stres, dehidrasi, atau terluka akibat transportasi yang buruk.
Saat di pedagang, kukang mengalami penderitaan, yaitu pemotongan gigi taring. Pemotongan ini kerap menyebabkan infeksi mulut yang berujung pada kematian karena kukang kesulitan makan. “Rata – rata kukang hanya berumur enam bulan saja saat diperdagangan atau dipelihara,” katanya.
Happy Hendrawan, aktivis lingkungan dan peneliti dari Swandiri Institute menyatakan hal senada. “Petugas masih menggunakan bahasa penyerahan, bukan penyitaan. Penindakan pada kasus-kasus tertentu, mutlak dilakukan,” katanya. Pemilihan kata dapat menjadi preseden sifat permisif pemerintah terhadap pemeliharaan satwa dilindungi.
Kasus pemeliharaan satwa dilindungi juga menjadi hal yang berulang. Happy mengatakan, hal ini didorong oleh beberapa aspek. “Bisa informasi, sumber daya manusia, atau tren,” katanya. Dari aspek informasi, bisa jadi hal perlindungan dan larangan tidak sampai ke masyarakat. Walau diakui, upaya penyadartahuan dari pemangku kebijakan sudah dilakukan.
Bisa jadi, proses penyadartahuan yang dilakukan tidak sistematis dan sektoral. Upaya ini memang membutuhkan waktu dan kerja sama para pihak hingga aparatur pemerintah level desa. “Cuma nanti argumennya; dana dan personil.”
Disisi lain, lanjut Happy, pemeliharaan satwa dilindungi juga terkait syahwat pemenuhan hobi yang tak terbendung. Akibatnya, pemahaman atas perlindungan dan larangan melihara terlebih berburu satwa langka diabaikan. “Ini lintas kelas sosial, cenderungnya menengah ke atas yang suka melihara satwa dilindungi. Masyarakat kecil lebih ke pemenuhan pasokan.”
Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata nokturnal (aktif malam hari) dilindungi Undang-undang No 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Kukang memiliki peran penting di habitat sebagai penyeimbang ekosistem alam. Kukang membantu penyerbukan dan penyebaran tumbuhan di alam serta mengendalikan hama serangga yang berpotensi menyerang tanaman produktif masyarakat atau tumbuhan hutan itu sendiri.
Perburuan tinggi
Data Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAR Indonesia menunjukkan, pada 2015 sekurangnya 200 – 250 individu kukang ditawarkan di tujuh pasar besar di empat kota besar Indonesia. Sementara hasil pemantauan online 2015 menunjukkan sebanyak 400 individu kukang dipelihara oleh pemilik media sosial.
“Data 2016, sebanyak 625 individu kukang diperdagangkan oleh 50 grup jual beli hewan di Facebook. Rata-rata, harga pasaran kukang dijual seharga 350 – 500 ribu Rupiah,” kata Risanti, staff media YIARI. Sementara dari penelusuran online tim @kukangku di media instagram, ditemukan sekitar 500 postingan negatif mengenai kukang. Konten negatif tersebut berupa foto/video ‘pamer kukang peliharaan’, selfie bareng kukang, dan penggunaan kata pets/peliharaan pada caption.
Sepanjang 2015-2016, lebih dari 1.500 individu kukang diambil paksa dari alam. Dengan angka perputaran uang di pasar mencapai lebih 500 juta Rupiah dalam setahun. Angka tersebut belum termasuk biaya rehabilitasi hingga pelepasliaran terhadap kukang hasil sitaan penegak hukum dan penyerahan masyarakat.
Biaya yang dikeluarkan oleh lembaga konservasi untuk rehabilitasi satu individu kukang sebesar Rp20.000.000. Dengan begitu, dapat diasumsikan negara mengalami kerugian material sebesar Rp30 miliar.
Pemeliharaan disebut sebagai salah satu penyebab yang mendorong kepunahan kukang, karena jual beli tetap berlangsung. Pemeliharaan akan menjadi contoh dan daya tarik bagi orang sekitar untuk melakukan hal yang sama.
“Efek penggunaan media sosial dengan pamer foto tersebut secara tidak langsung menjadi faktor yang membuat pemeliharaan kukang menjadi tren di masyarakat,” tutur Risanti.
Sumber berita : mongabay.co.id