Jumat pagi, 14 April 2017, Tim medis dari Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) berupaya memberikan pertolongan pada satu individu kukang betina yang kritis. Kukang remaja tersebut mengalami diare akut. “Kemungkinan hidupnya fifty-fifty persen. Dia kekurangan gizi serta mulutnya infeksi,” ujar drh. Sulhi Aufa, koordinator tim medis YIARI di Ketapang, Kalimantan Barat.
Mulutnya infeksi karena giginya dipotong. Kukang tersebut merupakan satu dari tujuh individu yang dievakuasi dari Resort Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, 13 April 2017. Tim medis memberikan norit, untuk mengatasi diare, serta prebiotik untuk membantu pemulihan pencernaanya. Tubuh kukang ini kurus dan lemah. Dia diletakkan diatas handuk kecil, sementara tim medis mengobatinya.
Keseluruhan, kondisi seluruh kukang yang dievakuasi relatif sama. Kekurangan nutrisi, mengalami stres, dan infeksi mulut. Mereka menempati kotak-kotak kayu, yang di dalamnya diberikan ranting pohon jambu beserta buahnya. Kotak-kotak dari triplek tersebut diberi lubang untuk udara.
Heribertus Suciadi, staf media YIARI Ketapang yang ikut evakuasi mengatakan, kondisi kukang-kukang di tempat wisata itu sangat menyedihkan. “Mereka berada di pohon, dekat genset yang hidup 24 jam, yang bunyinya sangat mengganggu. Lampu sorot pun menerangi pohon-pohon yang didiami kukang,” katanya.
Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan tim YIARI menggunakan masker saat mengevakuasi. Selain menghindari penularan penyakit, bau busuk tiga kukang yang menjadi bangkai masih kental tercium. “Bangkai-bangkai itu masih di pohon saat tim evakuasi datang. Jadi, pohonnya digoyang agar jatuh,” tambahnya.
Informasi dari masyarakat menyebutkan, kukang yang diperlihara di Resort Camar Bulan ada 17 individu. Namun hanya 10 yang dijumpai di lokasi, tiga diantaranya mati. NN Setiawan, pelajar yang berada di lokasi, tidak mengetahui keberadaan kukang lainnya. Dia merupakan penjaga tempat peristirahatan tersebut.
Taufikurohman, wakil koordinator tim evakuasi tumbuhan dan satwa dilindungi mengatakan, tim hanya menemukan 10 individu kukang. “Tiga kukang mati, bukan saat dievakuasi. Rasa duka melihat kondisi ini.”
Tim harus menempuh perjalanan ratusan kilometer, lebih dari sepuluh jam perjalanan darat. Sekitar pukul 23.00 WIB, tim tiba di Kota Pontianak. Setelah beristirahat beberapa saat, kukang-kukang sitaan bersama satu individu orangutan yang juga dievakuasi dari warga, bertolak ke Kabupaten Ketapang. Waktu tempuh ke Ketapang, sekitar 12 jam perjalanan.
Taufik mengatakan, pemeliharaan kukang di tempat wisata itu bersifat pribadi. Pasalnya, tempat usaha wisata itu tidak memiliki izin sebagai ex situ(pemeliharaan satwa di luar habitat alaminya. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh perorangan atau lembaga untuk dapat menjadi tempat konservasi ex situ. Seperti adanya klinik, lokasi pemeliharaan, dan pakan alami satwa. “Termasuk izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tambahnya.
Selain tujuh kukang dari Camar Bulan, di kandang transit juga terdapat dua kukang hasil penyerahan warga di Jalan Pancasilan Kota Pontianak dan daerah Kuala Dua, Kabupaten Kubu Raya. Kedua kukang tersebut menempati kandang berteralis. Kondisinya cukup sehat, walau mengalami malnutrisi karena diberi makan yang tidak sesuai pakan alaminya.
Penegakan hukum
Meski pemeliharaan belasan satwa dilindungi tersebut menyebabkan kematian, BKSDA Kalimantan Barat masih mengedepankan tindakan persuasif dan preventif, terhadap pemilik Resort Camar Bulan. “Mungkin saja warga tidak mengetahui bahwa (kukang) itu satwa dilindungi. Terhadap pemilik satwa dilindungi, kami juga melakukan penyadartahuan,” kata Taufik lagi.
Namun, atas intruksi Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Margo Utomo, Taufik menyatakan BKSDA akan mendalami motif pemeliharaan satwa tersebut. “Jika hasil pemeriksaan memerlukan tindakan pemanggilan pemilik tempat usaha, akan kita lakukan,” ujarnya.
Tindakan persuasif dilakukan, agar masyarakat yang melihat pemberitaan di media tergerak menyerahkan satwa peliharaannya, sukarela. “Bahkan, BKSDA memberikan reward berupa piagam bagi warga yang mau menyerahkannya.”
Terpisah, Wakil Bupati Kabupaten Sambas, Hairiah, mendukung evakuasi satwa dilindungi dari tempat usaha wisata. “Seharusnya, pemilik usaha lebih paham bahwa kukang merupakan satwa dilindungi undang-undang. Tinjauan berbagai aspek dalam menjalankan bisnis seharusnya dilakukan.”
Adanya pemeliharaan ilegal satwa dilindungi, menurut Hairiah, merupakan hal merugikan kampanye konservasi yang dilakukan pemerintah daerah bersama organisasi sipil kemasyarakat. Terlebih, menyebabkan kematian.
“Pemda mendukung BKSDA melakukan penyelamatan kukang dan satwa lain yang dilindungi, juga penegakkan hukumnya. Kita imbau, pengusaha tidak melakukan eksploitasi hewan dilindungi untuk menarik wisatawan.”
Dia mengimbau, masyarakat Sambas yang memelihara satwa dilindungi agar segera menyerahkan sukarela ke BKSDA. Masyarakat harus menyadari, keberadaan satwa di habitat aslinya sangat penting menjaga keseimbangan alam. “Pemerintah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, mencanangkan penyu sebagai ikon wisata. Penyu diusulkan karena ada pantai penelurannya, membentang di pesisir Kecamatan Paloh hingga perbatasan Malaysia di Tanjung Datuk.”
Kawasan wisata
Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Sambas. Desa ini merupakan memiliki pantai yang merupakan bagian dari peneluran penyu. Sambas pun menjadikan penyu sebagai ikon pariwisata mereka.
Pesisir pantai sepanjang 63 kilometer tersebut merupakan pantai peneluran terpanjang kedua di dunia. “Pemerintah kabupaten mendorong upaya ekowisata di kawasan ini. Maka, flora dan fauna endemiknya harus dijaga,” kata Hairiah. Khusus untuk spesies penyu, pemerintah kabupaten bersama WWF Indonesia Kalimantan Barat membangun sebuah upaya konservasi bersama dengan kegiatan bertajuk Festival Paloh. “Masyarakat memamerkan makanan dan minuman lokal, hasil kerajinan tangan, juga kebudayaan. Peraturan daerah mengenai konservasi penyu di Paloh tengah disusun.”
Paloh juga memiliki ekosistem mangrove yang indah di Dusun Setinggak. Warga membangun gertak atau jalan dari papan sepanjang 700 meter, agar wisatawan dapat menikmati hutan tersebut. Pengunjung dapat menyaksikan bekantan, sementara warga membuka lapak, menjual makanan dan minuman olahan buah mangrove.
Sumber berita : mongabay.co.id