Selasa 9 Oktober lalu, Leony Marezza Putri dan Ratu Tenny Leriva yang merupakan Putri dari Gubernur Sumatera Selatan menyerahkan seekor kukang sumatera kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel). Kukang yang diberi nama Robin tersebut didapatkan pada saat sedang mencari ikan hias di Pasar Burung di kota Palembang.
Menurut penuturan Leony, ia bersama sang suami yang berniat mencari ikan hias tiba tiba iseng menanyakan burung hantu. Namun si pedagang justru menawari binatang ‘kuskus’ yang dikemas dalam kotak sepatu. Karena tahu itu adalah satwa dilindungi, si suami sengaja membeli untuk menyelamatkannya dan nantinya akan diserahkan ke BKSDA.
Kukang yang dibeli seharga 350 ribu ini akhirnya di bawa pulang ke rumah. Meski sudah diberi makan, si kukang terlihat stress, sehingga Leony memutuskan untuk segera membawanya ke BKSDA Sumsel agar bisa dilepasliarkan lagi.
Dari Lapak Pasar Ke Lapak Online dan Ke Lapak Pasar Lagi
Pada mulanya perdagangan kukang memang marak ditemui di pasar-pasar hewan. Kukang sengaja dipajang di tempat terbuka terpapar sinar matahari, ditempatkan dalam kandang sempit dan kotor, juga bertumpukan dengan kukang lainnya. Bahkan ada juga yang sengaja memajangnya sambil dimainkan untuk menarik calon pembeli.
Namun tren ini sempat menurun setelah banyaknya upaya penegakan hukum dan pengerebekan yang dilakukan aparat di pasar hewan. Aktivitas perdagangan kukang memang tidak berhenti sepenuhnya, akan tetapi jumlah kukang yang dipajang di pasar mengalami penurunan.
Pemanfaatan sosial media menjadi wadah baru bagi perdagangan kukang ataupun satwa dilindungi lainnya. Penggunaan lapak di pasar kemudian beralih ke lapak online berupa grup grup jual beli. Di sini pelaku menjajakan koleksinya tanpa perlu khawatir kedatangan inspeksi mendadak dari aparat penegak hukum.
“Berdasarkan hasil pantauan di lapangan, sepanjang tahun 2016 kami tidak lagi menemukan kukang dipajang di pasar,” ujar Ode, Manajer Wildlife Protection Unit, IAR Indonesia.
“Tapi aktivitas perdagangan di sosmed, terutama facebook tetap ramai, bahkan angkanya mencapai ribuan dalam satu tahun,” tambahnya.
Upaya penegakan hukum sebenarnya tidak tinggal diam. Kasus-kasus perdagangan kukang secara online sedikit demi sedikit mulai banyak yang terbongkar dan terciduk. Terbongkarnya kasus perdagangan kukang turut mempengaruhi jumlah postingan iklan kukang jika ter-blow up oleh media mainstream.
“Hasilnya diketahui adanya penurunan iklan perdagangan kukang yang disebabkan oleh kegiatan penegakan hukum terhadap pelaku disertai dengan pemberitaan kasus di media massa kemudian diviralkan,” jelas Ketua Yayasan IAR Indonesia, Tantyo Bangun.
Artinya, memang ditemukan hubungan linear antara peningkatan kegiatan penegakan hukum terhadap pelaku, serta naiknya pemberitaan kasus dapat meminimalisir perdagangan satwa dilindungi khususnya kukang.
Banyaknya kasus penindakan hukum kepada pedagang online membuat beberapa grup jual beli ditinggalkan anggotanya hingga tidak aktif lagi. Umumnya mereka merasa ruang diskusinya telah dipantau oleh tim cybercrime. Bahkan ada juga yang membuat grup baru dengan persyaratan yang sangat ketat bagi anggota yang mau bergabung.
Membeli Untuk Menyelamatkan
Rasa kasihan dan ingin menyelamatkan seringkali menjadi alasan yang muncul ketika seseorang membeli kukang. Tidak ada yang salah dengan niat tersebut, sebagai manusia yang memiliki perasaan dan juga empati kepada satwa, adalah hal yang wajar jika kita melakukannya.
Namun niat yang baik ini belum tentu memberikan dampak yang positif. Siklus perdagangan kukang akan tetap kokoh karena disokong oleh keuntungan yang didapat si penjual. Penjual tidak serta merta berhenti ketika barang dagangannya laku, akan tetapi semakin termotivasi untuk kembali lagi memasok barang tersebut.
“Membeli untuk menyelamatkan itu memang niatnya baik, tapi tidak menyelesaikan akar permasalahan. Selama siklus dan rantai perdagangan ini dipupuk dengan minat membeli dan memelihara, maka permasalahan akan berputar di situ situ saja”, tutur Agung, Ketua dari Komunitas Kukangku.
Langkah yang dilakukan oleh Leony untuk mengembalikan kukang ke pihak BKSDA sudah tepat. Penyerahan ini tentunya disertai dengan laporan darimana sumber si kukang didapatkan. Informasi yang diterima seharusnya ditindaklanjuti agar kasus yang sama tidak kembali terulang dari pasar tersebut.
Munculnya temuan kukang di pasar hewan bisa menjadi indikator bahwa intensitas dan pengawasan aparat di pasar-pasar hewan sudah mulai lengah. Atau bisa juga menjadi catatan bahwa potensi perdagangan satwa ini sebenarnya masih membuka peluang bagi orang-orang baru untuk mengeluti bisnis hewan.
Permodelan sanksi dan hukuman seharusnya memberikan efek jera bagi pelaku dan juga pihak lainnya yang baru sekedar mencoba. Namun penerapan hukum ini kadang tidak memberikan efek yang maksimal, bahkan cenderung rendah. Sehingga kasusnya mudah dilupakan begitu saja dan tidak menjadi contoh bagi orang lain.
Laporkan ke BKSDA
Setiap BKSDA di Indonesia kini sudah membuka layanan call centre yang fungsinya untuk menerima laporan dan pengaduan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah pengaduan terhadap aktivitas kejahatan satwa. (cek di sini untuk menemukan daftar call centre BKSDA terdekat).
Partisipasi aktif berupa laporan akan mendorong kinerja institusi kita menjadi lebih baik dan sigap terhadap isu yang berkembang di masyarakat.
Sumber artikel : palembang.tribunnews.com, republika.co.id