Senin malam (27/06/2016), kawan-kawan dari YIARI (Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia) telah bersiap menuju Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Butuh waktu sekitar 7 jam perjalanan dengan mobil untuk menuju titik kumpul di Desa Tanjungsari, Sadananya, Ciamis. Dari situ, perjalanan masih dilanjutkan kembali dengan jarak 4,5 km dengan mobil pick-up yang kemudian disambung dengan berjalan menyusuri hutan. Tempat yang hendak dituju adalah kandang habituasi kukang.
Perjalanan memang tidak mudah. Tetapi saat itu menjadi momentum yang penting atas kerja keras selama sekitar satu tahun ke belakang dalam melakukan rehabilitasi terhadap satwa yang menjadi korban kejahatan perdagangan ilegal satwa liar (PISL) atau wildlife crime. Ada 4 ekor kukang yang hari itu akan kembali pulang. Mereka adalah 3 ekor betina dan 1 ekor jantan bernama Tara, Kuka, Misha, dan Kuku.
“Hasil pemeriksaan medis akhir menunjukkan kondisi kesehatan kukang baik, tidak membawa penyakit, kondisi gigi dan tulang juga bagus. Perilakunya sudah liar sehingga bisa masuk tahapan selanjutnya untuk pulang ke habitat alami,” ungkap drh. Wendi Prameswari, Manajer Animal Care YIARI.
Potret PISL di Indonesia
Mungkin tak banyak dari kita yang menyadari bahwa kini kita tengah menghadapi situasi yang memprihatinkan terhadap statistik perdagangan ilegal satwa liar (PISL). Kita mungkin sering terbuai dengan predikat bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Sekitar 17% satwa yang ada di bumi, bisa kita jumpai di sini! Tetapi fakta lain menunjukkan kondisi yang sebaliknya di mana ratusan kasus PISL terus terjadi. Data-data yang bergulir di tahun 2015 lalu terhadap PISL, menegaskan bahwa kita tengah menghadapi krisis terhadap persoalan keberlangsungan hidup satwa liar.
Tentu saja ada banyak catatan kasus yang begitu beragam untuk bisa dipaparkan terkait dengan potret PISL di Indonesia. Mereka – para pelaku kejahatan PISL – bekerja layaknya kejahatan yang terorganisir. Menurut catatan PROFAUNA Indonesia, sejak Januari hingga Desember 2015 terdapat sekitar 5 ribu kasus PISL secara online, salah satunya Facebook. Prediksi jumlah kasus tersebut meningkat tajam dibandingkan temuan 3.640 iklan di media sosial yang menawarkan variasi jenis satwa liar di tahun 2014.
Setiap tahun, aparat telah berhasil menggagalkan penyelundupan terhadap ribuan hewan langka dan dilindungi asal Indonesia, namun kita tidak pernah tahu secara rinci berapa sesungguhnya jumlah yang telah berhasil diperdagangkan. Fakta terhadap jumlah kasus dan jejak rekam PISL yang mungkin diliput media adalah data yang bisa dijadikan referensi, namun belum tentu menggambarkan situasi yang sebenarnya di lapangan mengingat PISL adalah sebuah fenomena gunung es.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi bahwa kerugian dari tindak kejahatan PISL mencapai lebih dari Rp 9 triliun per tahun. Sedangkan WCS (Wildlife Conservation Society) memperkirakan kerugian Indonesia mencapai AS$ 1 miliar per tahun. Nilai tersebut dapat lebih besar lagi jika dihitung kerugian pada aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya dengan tambahan perdagangan legal yang tidak berkesinambungan. PROFAUNA mencatat terdapat sekitar 370 kasus perburuan ilegal sepanjang tahun 2015. Ironisnya, hal itu justru banyak terjadi di kawasan hutan lindung dan konservasi alam.
Kejahatan Perdagangan Kukang
Perdagangan satwa liar kukang adalah salah satu yang penting untuk kita soroti sekaligus menjadi perhatian YIARI selama beberapa tahun ini di Indonesia.
Di pasar burung atau pasar gelap, kukang merupakan jenis yang termasuk favorit untuk diperdagangkan dan dipelihara. Satwa liar nokturnal tersebut mempunyai karakter yang relatif tak agresif. Bentuk tubuhnya mungil, rambut cokelat yang halus, dan mata bulat penuh seperti purnama, membuat siapa saja yang melihatnya mungkin sepakat bahwa kukang adalah hewan yang lucu dan menggemaskan. Banyak dari kita memelihara kukang karena keunikan karakternya. Tetapi banyak dari kita mungkin membelinya karena tak sengaja melihat wajah mungilnya yang tampak kontras di dalam kandang berkarat di tepi jalan. Namun, tahukah bahwa dengan membeli satwa dari pasar gelap, maka secara langsung kita telah menjadi bagian yang memberikan pengaruh pada pasar.
Fakta penting lain adalah bahwa kukang merupakan satu-satunya primata yang bisa mengeluarkan racun berupa cairan alergen dari sikunya. Dalam posisi perlindungan, kukang akan melipat tangan ke kepala dan mendistribusikan cairan ke kepala dan leher. Mereka menjilat siku yang mengandung racun itu, sehingga bercampur dengan ludah. Maka jika kita tergigit, cairan itu mengenai kita. Efek terparah dari gigitan kukang (terkena racun) adalah anafilaksis atau alergi berat yang terjadi tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian. Karena itulah gigi kukang dipotong ketika hendak diperdagangkan atau untuk bisa dipelihara di rumah. Gigi kukang yang terpotong itu tidak akan tumbuh lagi! Dari proses pemotongan gigi, tak sedikit dari kukang yang mati akibat kehilangan banyak darah dan infeksi, bahkan sebelum mereka dijajakan di pasar satwa. Sementara mereka yang berhasil hidup tanpa gigi, juga tak akan bisa dikembalikan ke alam liar karena gigi adalah bagian dari mekanisme kukang bertahan hidup di alam liar.
Saat ini, kukang jawa termasuk dalam kategori kritis atau terancam punah, sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan masuk dalam kategori rentan punah berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature) Redlist.
Pelepasliaran kukang yang dilakukan YIARI pada Juni yang lalu bukanlah kali pertama. Sejak 2014, sebanyak 14 kukang hasil rehabilitasi YIARI telah berhasil dilepas ke Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Ciamis. Pelepasliaran satwa liar ke habitatnya adalah penting mengingat setiap satwa liar memiliki peran dan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem, termasuk kukang.
“Sebagaimana diketahui bahwa kukang jawa merupakan satwa endemik pulau jawa yang berperan menjaga ekosistem hutan khususnya SM Gunung Sawal. Peran kukang di alam, yaitu sebagai agen penyebaran biji dan penyerbukan tanaman berbunga yang artinya penyebaran populasi tumbuhan sangat dipengaruhi oleh keberadaan kukang di alam sebagai pengendali populasi serangga,” ungkap Himawan Sasongko, Kepala Bidang KSDA Wilayah III Ciamis pada sebuah pers rilis yang dikeluarkan oleh YIARI. Kukang juga dapat mengendalikan hama yang berpotensi menyerang tanaman produktif, sehingga sesungguhnya menjaga pelestarian kukang adalah pula upaya untuk menghindarkan masyarakat dari kehilangan sumber daya yang bermanfaat bagi kita.
Tara, Kuka, Misha, dan Kuku pada akhirnya dapat kembali pulang hari itu. Usai menjalani proses panjang di pusat rehabilitasi yang dikelola YIARI. Setelah dilepaskan, keempat hewan tersebut akan terus dipantau oleh tim. Pada bagian leher, ada hiasan baru yang menandakan mereka, yaitu radio collar yang berfungsi sebagai pengirim sinyal yang memberitahu keberadaan mereka di alam liar.
Tentu saja ada banyak harapan bagi Tara, Kuka Misha, dan Kuku bersama kukang-kukang lain yang telah dilepasliarkan. Pula harapan bagi kukang-kukang yang kerap diburu dan diperdagangkan untuk bisa kembali pulang. Harapan itu juga ditujukan kepada kita semua yang memelihara kukang di rumah. Bahwa sesungguhnya, rumah kita itu bukanlah “rumah” yang tepat dan baik bagi kukang.
Informasi lebih lanjut tentang YIARI dan kampanye menghentikan kejahatan perdagangan satwa kukang, bisa kita cek lebih lanjut melalui website YIARI dan kukangku.id. Kita juga bisa mempelajari lebih lanjut mengenai prosedur pengembalian kukang di website tersebut!
Sumber: perkumpulanskala.net