Memelihara kukang sempat menjadi tren di kalangan anak muda pada awal tahun 2000an. Primata yang memiliki mata besar, bentuk tubuh yang mungil dan lambat ini dijadikan objek peliharaan oleh sebagian orang.
Di pasar-pasar hewan, kukang diperjualbelikan dari harga Rp 200 hingga 600 ribu per ekornya. Dengan harganya yang cukup murah, masyarakat membeli kukang dan memeliharanya di rumah. Komunitas-komunitas pecinta kukang pun mulai bermunculan di beberapa kota besar.
Dengan adanya tren ini, populasi kukang di alam mulai terancam. Semakin banyak permintaan pasar terhadap kukang, perburuan satwa malam ini juga meningkat. Dari laporan organisasi Internasional untuk Konservasi Sumber Daya Alam IUCN, populasi kukang mengalami penurunan yang cukup drastis. Salah satu penyebabnya adalah perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar.
Pemerintah Indonesia sendiri melarang setiap warga untuk menangkap ataupun memelihara kukang sejak tahun 1990. Pemerintah juga memasukkan 3 jenis kukang ke dalam daftar satwa dilindungi untuk menjaga kelestariannya.
Beruntungnya, masyarakat Indonesia kini mulai sadar pentingnya melestarikan satwa-satwa liar di alam bebas. Kesadaran masyarakat terhadap konservasi primata malam ini membuat tren memelihara kukang kini sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian orang. Dari beberapa orang yang sadar, Kukangku mewawancarai Kevin Geraldhy, mantan pemelihara kukang yang kini malah beralih menjadi pejuang konservasi. Wawancara ini dilakukan melalui saluran telepon pada Senin (14/06/2021).
Boleh ceritakan awal mula kamu memelihara kukang?
Kevin : Awalnya saya mendapatkan kukang dari pedagang di Pasar Jatinegara, Jakarta, yang tawarkan kukang seharga Rp 350 ribu. Pertamanya dia tawarkan dengan nama kuskus. Kukangnya masih bayi, bulu-bulunya pun masih halus. Karena tampangnya lucu jadi saya beli.
Bayi kukang ini kemudian saya pelihara di rumah saya di Depok, Jawa Barat. Saya pelihara selama 4 tahun dari tahun 2012 – 2016 sampai kukangnya dewasa.
Gimana sih pengalamanmu saat pelihara kukang?
Kevin : Dulu kukang peliharaan saya anggap teman di rumah, suka saya bawa main dan dilepas di kamar. Saya kasih fasilitas terbaik lah, seperti kandang yang besar, kasih makan yang cukup, sering diajak main juga. Tapi saya mulai sadar mungkin perlakuan saya itu gak sesuai dengan kesejahteraan satwa atau animal walfare. Kebetulan dulu kukang saya berjenis kelamin jantan, jadi dia sendirian gak ada betinanya. Kasihan, jadinya dia tidak bisa kawin dan berkembang biak.
Ada juga pengalaman buruknya, kukang peliharaan saya semakin besar, saat dipegang dia makin agresif dan kemudian suka gigit. Awalnya saat dipegang atau digendong dia jilat-jilat tangan saya kemudian digigit sampe berdarah banyak banget. Bayangkan, 4 taring kukang nancap di kulit saya. Gigitannya pun agak susah lepasnya.
Setelah tergigit, saya merasakan pusing, dan muntah-muntah. Luka saya juga sampe bengkak warna biru dan masih berbekas sampai sekarang. Setelah digigit kemudian 100 persen kukang itu saya simpen di kandang karena takut.
Baca juga : Disebut Satwa Berbahaya, Gigitan Kukang Bisa bikin Pingsan
Menurutmu, apa yang menyebabkan orang-orang tertarik untuk memelihara kukang?
Kevin : Mungkin karena lucu dan gemesin ya. Kalau kukang kan saat dikelitikin itu lucu banget dan bisa dimainin juga di rumah. Menghibur lah bagi pemeliharanya.
Tapi, sebenernya kan kelitikin kukang itu gak boleh karena ternyata itu menyiksa kukangnya. Kelihatannya mereka menikmati dan terhibur padahal ngga seperti itu.
Kenapa kamu serahkan kukang peliharaanmu ke pihak berwenang?
Kevin : Saya punya temen mahasiswa kedokteran hewan IPB (Institut Pertanian Bogor) yang pernah magang di Yayasan IAR Indonesia. Disana dia mempelajari tentang kukang.
Saat main ke rumah saya dia lihat kukang peliharaan saya itu dan suruh saya serahin ke IAR. Saya juga awalnya tidak tahu kalau kukang merupakan satwa dilindungi, saya baru tahu kukang merupakan satwa dilindungi itu pas ada berita di tv tentang kasus penyelundupan ratusan kukang di Lampung pada tahun 2016.
Saya kemudian sadar kalau kukang gak seharusnya saya pelihara. Selang beberapa bulan, saya kemudian pergi ke IAR Indonesia untuk menyerahkan kukang saya.
Gimana perasaanmu saat itu?
Kevin : Ada leganya ada sedihnya, Lega karena akhirnya kukang bisa direhabilitasi daripada diam di kandang terus dan gak bisa diajak main lagi. Karena saat itu kukang saya sudah tidak pernah keluar kandang. Lebih baik direhabilitasi saja daripada di kandang kan.
Dan lagi menurut saya, keputusan untuk menyerahkan kukang sangat tepat karena kukang sudah seharusnya di alam bebas. Mereka lebih bahagia di hutan.
Gimana kabarnya kukang bekas peliharaanmu sekarang?
Kevin : Saya dengar kabar dari admin Instagram Kukangku katanya sudah dilepasliarkan di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Sumatra pada tahun 2017. Kukang peliharaan saya yang diberi nama Popo memang berjenis kukang sumatera, saya baru tahu setelah diidentifikasi oleh petugas IAR.
Baca juga : Terancam Punah, 3.983 Kukang Dijajakan Secara Daring
Bagaimana menurutmu tentang gerakan konservasi kukang di Indonesia?
Kevin : Menurut saya sudah cukup baik dan profesional untuk menekan angka perdagangan kukang dan dengan adanya rehabilitasi. Selain itu menurut saya sudah cukup untuk memberi edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlindungan kukang.
Saya juga berharap makin banyak pelestarian ex situ di indonesia untuk melestarikan kukang dan makin banyak masyarakat yang sadar untuk menjaga populasi dan habitat kukang.
Ada yang ingin disampaikan pada pemelihara kukang lainnya?
Kevin : Sudah jangan pelihara kukang. Satwa liar itu harusnya ada di hutan. Mencintai bukan harus memiliki tapi lebih ke peduli. Mereka punya hak untuk hidup bebas di hutan dan berkembang biak. Biar cucu kita tahu apa itu kukang.
Ada yang ingin disampaikan pada pihak berwenang terkait penyerahan kukang?
Kevin : Lebih gencar sosialisasinya terutama prosedur penyerahannya khususnya untuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Jadi masyarakat tau seperti apa prosesnya dan lebih bagus lagi buat alurnya tidak berbelit-belit. Semoga pihak berwenang juga lebih tanggap pada pelapor.