Iseng atau bercanda sama satwa sering dianggap hal biasa. Banyak konten-konten video “prank” ngisengin satwa yang dibuat oleh masyarakat dan diposting di media sosial sebagai konten hiburan. Mulai dari satwa yang ditakut-takuti oleh topeng, dikagetin pakai petasan, diiming-imingi makanan sambil dibiarin kelaparan, diadu sama satwa lain, sampe disiram. Ternyata, konten iseng yang dianggap hiburan ini masuk ke dalam kategori kekejaman satwa loh!
Dalam laporan khusus yang dibuat oleh Koalisi Kekejaman Satwa di Media Sosial Asia for Animals (SMACC), Iseng yang menyiksa atau Teasing is torture seperti tindakan iseng dan mengganggu satwa merupakan bagian dari kekejaman satwa. Beragam bentuk kekejaman yang direkam dan diposting di media sosial itu dinilai bikin resah karena memperlihatkan tindakan yang seolah-olah gak membahayakan padahal ngasih dampak yang buruk buat satwanya.
Setidaknya, sebanyak 34 jenis satwa yang berbeda menjadi korban keisengan yang menyiksa. Satwa-satwa itu terdiri dari 15 % hewan peliharaan (kucing, anjing), 0,9% hewan ternak (sapi, bebek), 8,4% Satwa liar (cetacea, ikan pari, singa, harimau, hewan pengerat, gajah) dan primata (75,7%).
Primata menjadi satwa yang paling banyak dijadikan korban iseng, terutama bayi primata. Konten dimana bayi monyet dipakaikan baju dan diperlakukan kaya bayi manusia sangat populer di media sosial. Bayi-bayi ini dianggap “lucu”. Padahal bayi monyet rentan dan tidak berdaya, mereka dirampas oleh induknya, mudah dimanipulasi dan dikerjai serta ketergantungan kepada manusia yang menculiknya.
Baca juga : Ayun, Mantan Pemburu yang Beralih Jadi Staf Konservasi
Satwa rasakan teror dan penderitaan
Satwa yang ada dalam video diperlakukan sebagai korban iseng atau risak (bullying) oleh pelaku yang kebanyakan adalah pemilik satwa. Bagi pelaku, kegiatan mengisengi atau mengganggu satwa itu menyenangkan. Namun, tentu beda lagi dengan satwa yang diisengi. Satwa dapat merasakan teror, penderitaan dan ketidaknyamanan karena tindakan iseng itu, baik secara fisik maupun psikologis.
Hal iseng atau merisak dilakukan untuk mengambil kendali dan menyebabkan penderitaan jangka panjang pada satwa. Walaupun tanpa kekerasan fisik secara langsung, tekanan psikologis yang ditimbulkan pada satwa yang diperlihatkan dalam video iseng dan menyiksa gak bisa disangkal. Satwa juga bisa rasain emosi dan efek fisiologis seperti stres berkepanjangan.
Selain itu, satwa yang diperlihatkan dalam video penyiksaan seringnya ditangani secara kasar, diguncang, didorong, atau dicengkeram secara agresif, disimpan di kandang kecil yang kotor, atau di lingkungan yang gak layak. Konten tersebut juga bisa nunjukkin satwa dengan tanda-tanda infeksi, penyakit atau kondisi fisik atau psikologis yang buruk.
Konten video iseng bebas diakses
Video iseng yang diposting di media sosial malah dijadikan tontonan hiburan oleh netizen. Sedihnya, para penonton konten “iseng yang menyiksa” itu seakan-akan mewajarkan perilaku iseng mereka dengan memberikan like, share dan komentar. Sehingga mendorong pembuat video untuk membuat lebih banyak video keisengan di media sosialnya.
Konten iseng tersedia secara bebas di media sosial dan banyaknya konten tersebut menunjukkan bahwa masalah ini sangat luas. Sebagian besar platform media sosial membuat kebijakan yang melarang jenis konten tertentu, seperti kekejaman terhadap satwa. Namun sayangnya, konten-konten seperti ini masih bisa diakses dengan mudah. Dari hasil penelitian, sekitar 46,7% konten iseng ini ditemukan di Facebook, 43,1% di Youtube, 6,7% di Tiktok dan 3,6% di Instagram.
Baca juga : Monkey Hate, Kebencian yang Ciptakan Video Penyiksaan Monyet
Lalu apa sih yang bisa kita lakukan untuk menghentikan konten “iseng yang menyiksa” ini? SMACC memberikan panduan ‘Lima Langkah untuk Menghentikan Kekejaman Daring’
- Waspada
Silakan kunjungi website www.smaccoalition.com untuk melihat kategori dan tema kekejaman satwa. Selalu waspada saat menggunakan media sosial, terkadang kekejaman terhadap satwa tidak tampak, seperti anak gajah yang mandi di lauut dengan pelatihnya atau kukang yang ‘digelitik’ oleh manusia. Kedua contoh ini melibatkan penderitaan di belakang layar.
2. Laporkan
Selalu laporkan video kekejaman satwa dan ajak orang lain untuk lakukan hal yang sama. Kamu bisa laporkan video di platform media sosial dan pilih opsi “kekejaman terhadap satwa”. Kalau tidak tersedia, kamu bisa polih kategori terdekat yang dapat diterapkan.
3. Jangan menontonnya
Jangan menonton video tersebut dengan sengaja. Semakin banyak tayangan vide, maka akan semakin populer dan mendatangkan keuntungan pada pembuatnya. Sebelum memutar video, kamu dapat melihat apa yang ada dalam video melalui tampilan thumbnail, judul, deskripsi atau komentar.
4. Jangan terlibat
Jangan memberikan komentar, like atau dislike pada video. Keterlibatan dari kamu akan meingkatkan popularitas video tersebut. Yang terbaik adalah dengan tidak menambahkan reaksi sama sekali, dan segera melaporkan video atau channel tersebut.
5. Jangan bagikan
Jangan bagikan videonya ke halaman media sosialmu, meskipun kamu melakukannya untuk meningkatkan kesadaran akan kekejaman atau kegiatan ilegal. Sebagai gantinya, laporkan mereka dan sebarkan kepedulianmu dengan membagikan hal-hal yang harus diwaspadai di media sosial kepada orang lain, atau arahkan orang-orang ke situs web SMACC