Perdagangan satwa liar dilindungi jenis kukang (Nycticebus spp) terus terjadi di Jawa Timur. Di medio Juli ini, total 16 individu kukang yang disita dari pedagang, sebelum dijual ke berbagai kota di Jawa. Sebanyak 7 kukang diamankan dari dua tempat di Kota Kediri, sementara 9 kukang lagi disita dari pedagang di salah satu rumah di Kabupaten Kediri, pada 13 Juli 2017.
Beny Bastiawan, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pengungkapan perdagangan satwa liar dilindungi ini berdasarkan pemantauan media online.
“Informasi dari masyarakat ada perdagangan satwa liar dilindungi. Setelah kami gerebek, ada 9 kukang yang kami amankan dari pelaku berinisial HK,” tuturnya, baru-baru ini.
Selain kukang, petugas dari KLHK juga mengamankan 1 individu burung julang emas. Saat ditemukan di rumah tersangka, kukang dan julang emas kondisinya terlihat lemah. “Untuk mencegah maraknya perdagangan satwa liar dilindungi, kami akan terus melakukan operasi ke berbagai tempat yang dicurigai, komunitas pencinta satwa pun akan kami pantau,” ujar Beny.
Tri Saksono, Kepala Seksi Wilayah 2 Surabaya, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara menambahkan, pelaku ditangkap saat membawa kotak paket berisi 4 individu kukang. Sedangkan 5 individu kukang lainnya beserta 1 julang emas ditemukan saat penggeledahan rumah pelaku di Dusun Kaota, Desa Semen, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.
“Pengakuan tersangka, 4 kukang didapat dari Garut, Jawa Barat. Sedangkan 5 kukang diperoleh dari lereng Gunung Wilis, di daerah Poh Sarang. Kalau julang emas berasal dari Nganjuk. Pelaku sudah mendapat pesanan 10 kukang, jadi kurang 1 lagi,” terangnya.
Dari pengakuan pelaku, satu individu kukang yang dibeli dari pemburu seharga Rp150.000 dan dijual menjadi Rp250.000. Untuk julang emas akan dijual seharga Rp800.000. “Periode 2017 ini, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara telah menyidik 10 kasus perdagangan satwa liar dilindungi, tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah.”
Tri Saksono menambahkan, model perdagangan satwa liar saat ini semakin rapi dan canggih, memanfaatkan media sosial atau online. Pengiriman barang bahkan menggunakan layanan ojek online maupun ekspedisi. “Nama dan alamat pengirim disamarkan. Barangnya dititipkan ke suatu tempat, sehingga penjual dan pembeli tidak bertemu.”
Terus diburu
Peneliti primata dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wirdateti, menyatakan kukang merupakan satwa urutan kedua terbanyak yang diperdagangkan secara ilegal setelah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Di pasar lokal atau domestik, kukang diburu dan diperdagangkan untuk dipelihara atau sekadar memenuhi minat penghobi satwa liar. Padahal, statusnya Appendiks 1 yang tidak boleh diburu dan diperdagangkan. Bahkan, kukang dari Indonesia ada yang dijual ke luar negeri, ke Eropa dan Tiongkok.
“Biasanya, kukang dipelihara kalau di pasar domestik. Sedangkan di luar negeri, dijadikan bahan obat medis,” katanya kepada Mongabay Indonesia.
Adanya pernyataan mengenai anggota tubuh kukang sebagai bahan obat, menurut Wirdateti, hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun, beberapa negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Tiongkok mengunakannya sebagai campuran obat-obatan. “Ada yang percaya sebagai obat, tapi sebenarnya secara ilmiah belum terbukti.”
Perburuan kukang, terutama kukang jawa (Nycticebus javanicus) yang merupakan satwa endemik Jawa, tergolong tinggi beriringan dengan berkurangnya luasan hutan di pulau ini. Saat ini sebaran kukang jawa sebatas Jawa Barat dan Banten. “Kalau di Jawa Timur ada, berarti memang ada persebarannya. Tapi, harus dibuktikan dulu.”
Kukang biasanya hidup di hutan sekunder dengan banyak rintangan, yang berbatasan dengan area perkebunan atau pertanian, serta hutan bambu. Kukang makan buah-buahan, serangga dan getah. Satwa ini biasanya berada di ketinggian antara 10 hingga 600 meter diatas permukaan laut (m dpl).
“Kalau di hutan besar sulit ditemukan karena kanopinya lebat sehingga serangga jarang.”
Perburuan dan perdagangan kukang yang semakin marak, tidak dapat dilepaskan dari tingginya permintaan akan satwa yang biasa beraktivitas di malam hari ini. Bahkan, perdagangan kukang lebih banyak melalui media sosial yang pengirimannya melalui jasa online atau paket ekspedisi.
Sebagai bagian ekosistem alam, kukang berfungsi menebar benih karena kesukaannya makan buah-buahan. Kukang juga memakan getah dan serangga, sehingga urine dan kotorannya sangat bermanfaat untuk penyubur tanaman.
“Fungsinya sebagai penyerbuk dan pembasmi hama bila memakan serangga. Kalau pemakan buah berarti sebagai penebar biji dan membantu perkembangbiakan tumbuhan di alam. Andai kukang hilang, rantai makanan akan terputus karena predatornya seperti ular, elang, atau macan tutul tidak lagi memiliki mangsa.”
Julang
Yokyok Hadiprakarsa dari Rangkong Indonesia mengatakan, keberadaan julang atau rangkong menjadi indikasi masih sehatnya suatu hutan. Namun, bila perburuan dan perdagangan julang emas terus berlangsung, akan mempengaruhi proses penghijauan hutan secara alami.
“Sama seperti jenis rangkong lain, kalau ada hutan gundul, dia yang bertugas mereboisasi secara alami. Kalau jumlahnya berkurang di alam, berarti reboisasi terhambat karena rangkong merupakan burung pemencar benih.”
Julang emas (Rhyticeros undulatus) kata Yokyok, merupakan jenis rangkong yang banyak diperdagangkan. Biasanya satwa ini dibeli sebagai peliharaan para penghobi atau pencinta burung eksotik. “Julang emas ini butuh satu bulan untuk berkembang, mulai bertelur sampai menetas, sehingga termasuk cepat. Jenis ini yang paling banyak dibiakkan di kebun binatang,” ujarnya.
Burung yang mampu terbang lebih dari satu kilometer ini dipasaran dihargai antara Rp800.000 hingga Rp1.000.000 untuk anakan. Julang dan rangkong dapat ditemui di hutan yang vegetasinya cukup banyak atau masih lebat, seperti Alas Purwo, Meru Betiri, juga kawasan Gunung Ijen.
“Kalau di Gunung Wilis sepertinya ada, selama hutannya masih terjaga,” imbuh Yokyok.
Seperti halnya kukang, fungsi julang sebgagai penebar benih, karena merupakan satwa pemakan semua jenis buah. Terjaganya julang di alam menjadi indikator masih terlindunginya hutan beserta ekosistemnya.
“Julang memakan jenis buah ficus di hutan hingga kenari. Keberadaan julang memastikan peremajaan hutan tetap terjaga,” tandasnya.
Sumber berita : mongabay.co.id