Masyarakat sunda terkenal dengan kearifan lokalnya pada satwa kukang. Kearifan lokal itu sendiri merupakan bagian dari budaya masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari bahasa masyarakat tersebut.
Kearifan lokal (local wisdom) umumnya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal menjadi pandangan hidup dan ilmu pengetahuan yang dituangkan dalam berbagai bentuk. Bentuk itu tertuang dalam adat istiadat, tata aturan/norma, budaya, bahasa, kepercayaan, hingga kebiasaan sehari-hari.
Banyak contoh kearifan lokal masyarakat sunda yang dapat membantu konservasi dan pelestarian sumber daya alam. Salah satunya mitos atau kepercayaan pada kukang jawa, atau yang oleh penduduk lokal Sunda sering dipanggil muka, oces, aeud atau malu-malu.
Baca juga : Mitos Kukang, dari Media Sihir hingga Satwa Pembawa Sial
Kukang bawa malapetaka
Pada presentasi yang dilakukan oleh Sidik Permana dalam rangka memperingati Hari Primata Nasional di Bogor (29/01/2022), primata malam ini dipercaya oleh masyarakat sunda memiliki sifat destruktif dan panas (sangar). Kukang dipercaya bahwa apabila diganggu akan membawa sial bagi orang yang mengganggunya. Jika muka dibunuh maka darah yang menetes ke tanah akan membawa malapetaka kepada penduduk satu kampung.
Masyarakat Sunda pantang (pamali) untuk mengganggu apalagi membunuh kukang. Hal ini karena kukang memiliki ciri khas yang menakutkan. Seluruh bagian tubuh mereka termasuk bulu dan darah, dapat digunakan untuk menyakiti orang lain.
Konon berdasarkan kepercayaan masyarakat Sunda, bagian tubuh kukang digunakan untuk menjatuhkan urusan duniawi. Bagian ini dipercaya untuk membunuh orang, mencelakai ataupun mendatangkan malapetaka pada orang lain.
Selain itu, masyarakat Sunda percaya bahwa suatu tumbuhan yang digunakan sebagai tempat melahirkan kukang, misalnya bambu, maka bambu tersebut akan mati disebabkan ketika kukang melahirkan mengeluarkan panas.
Baca juga : Perubahan Iklim Ancam Populasi Kukang Jawa
Kearifan lokal dan konservasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permana, dkk pada tahun 2020, orang-orang Ujungjaya, sebuah desa di Banten, percaya bahwa sebuah lokasi di mana kukang dieksploitasi atau dibunuh dapat menyebabkan semua spesies tanaman mati. Jika lokasi ini dihuni, penduduk yang menghuni tidak akan merasa nyaman. Sebaliknya, mereka akan menghadapi stres kronis dan penyakit.
Karena kepercayaan masyarakat Sunda tersebut, sebuah dusun dengan luas total sekitar 100 m2, ditinggalkan oleh penduduk karena orang-orang di sana sengaja mengubur kukang. Sebelum ditinggalkan, banyak orang terkena penyakit dan sekarat. Kini, dusun itu hanya ditempati oleh empat keluarga. Keyakinan serupa yang terkait dengan kukang jawa terjadi di komunitas Sunda pedesaan lainnya di Jawa Barat.
Sementara dalam upaya konservasi, kearifan lokal ini mendorong masyarakat sunda untuk tidak sembarangan mengganggu keberadaan kukang. Sehingga, eksploitasi kukang dapat ditekan agar kelestarian satwa ini terus dijaga oleh masyarakat.
Dalam laporan Organisasi Konservasi Dunia IUCN, disebutkan bahwa kukang jawa berstatus kritis atau critically endangered. Artinya, keberadaan kukang dapat punah dalam kurun waktu 10 tahun ke depan apabila tidak ada upaya konservasi.