Kukang atau juga disebut sebagai slow loris merupakan satwa malam yang tinggal di rimbunnya hutan dan kebun. Sebagai satwa arboreal atau satwa yang menghabiskan aktivitasnya di pepohonan, sudah pasti kukang memerlukan pohon dalam kegiatannya sehari-hari. Baik untuk mencari makan, bersosial, ataupun untuk tidur. Bisa dibilang, pepohonan mendukung habitat kehidupan kukang.
Namun, sering terdengar masyarakat menemukan kukang berada di permukiman. Entah ditemukan di atap rumah, tiang listrik, atau di jalan. Kira-kira kenapa sih kukang bisa berkeliaran di permukiman warga? Apalagi permukiman yang jauh dari habitat kukang, seperti hutan atau kebun.
Menurut Hilmi Mubarok, praktisi dan pemerhati satwa liar YIARI, ada 3 faktor kenapa kukang bisa ditemukan di permukiman. Pertama, karena sifat kukang yang soliter atau hidup mandiri.
“Sifat kukang yang soliter membuat kukang dewasa harus berpisah dari keluarganya dan mencari wilayah baru untuk dijadikan teritori,” ujarnya.
Pencarian teritori ini, lanjutnya, kadang menjadi alasan kukang masuk ke permukiman. Dalam beberapa kasus, ada habitat kukang yang berada tepat di tengah-tengah kawasan urban, misalnya hutan kampus Universitas Indonesia (UI) atau kampus Institut Pertanian Indonesia (IPB).
“Nah, kukang mau tidak mau harus melintasi permukiman warga saat harus keluar dari wilayahnya. Karena sifatnya yang arboreal, kukang memanfaatkan atap rumah, jaringan listrik untuk kebutuhan perlintasannya sebagai pengganti pepohonan. Nahasnya, beberapa hal itu yang menyebabkan terjadinya kukang tersengat listrik,” kata Hilmi.
Baca juga : Ribuan Mati Tersetrum, Kukang Terancam Jaringan Listrik
Karena makanan melimpah
Hilmi pun menjelaskan bahwa faktor kedua bisa dari segi pakan. Kukang merupakan satwa yang generalis, jadi dia lebih adaptif dan relatif tidak pilih-pilih saat mencari makan. Sehingga, kukang cenderung mencari wilayah yang melimpah makanannya.
“Mungkin kebetulan, sumber makanan yang dicari kukang berada di sekitar rumah warga. Bisa jadi kukang melihat pohon buah-buahan seperti sawo atau rambutan di halaman rumah warga. Selain itu kukang juga memakan serangga, sementara serangga diketahui banyak berkumpul di sekeliling cahaya, seperti di lampu-lampu rumah ataupun di penerangan jalan,” jelasnya.
Lalu yang ketiga, ujar Hilmi, memang kukang hidup di sekitar permukiman warga, apalagi permukiman yang dekat dengan kebun atau hutan, sehingga sangat normal apabila ada warga yang tidak sengaja melihat kukang melintas di wilayahnya.
“Sementara ada yang harus ditekankan ke masyarakat bahwa memang kita ini tinggal berdampingan dengan satwa liar. Namun mungkin masyarakat kadang tidak sadar atau tidak percaya ya, ‘ah masa di permukiman padat ada kukang’ dan malah memiliki mindset apabila lihat satwa liar, berarti harus ditangkap dan diamankan. Padahal Ketika ditangkap juga masyarakat kebanyakan bingung, ini mau diapakan satwanya,” katanya.
Hilmi menuturkan seharusnya masyarakat sadar untuk membiarkan saja satwa liar yang berada di sekitarnya.
“Anggap saja hidup berbarengan, ya saling memberi ruang lah untuk mereka selama tidak saling mengganggu. Mereka (satwa liar) sudah banyak kehilangan rumahnya atau habitatnya untuk kepentingan manusia semata,” tuturnya.
Baca juga : Hati-hati, ternyata kukang memiliki racun berbahaya!
Karena dipelihara
Selain ketiga faktor di atas, ada juga faktor pemeliharaan. Hilmi mengatakan bisa jadi kukang yang ditemukan di permukiman itu adalah kukang lepasan. Misalnya, ada warga yang memelihara kukang lalu kukangnya tidak sengaja lepas atau kabur.
“Ada juga masyarakat yang memiliki kukang, lalu diberitahu kalau kukang itu satwa dilindungi, mereka ketakutan kan takut diperkarakan hukum, mau dijual juga tidak laku, sehingga mereka lepaskan saja kukang itu di permukiman,” katanya.
Di beberapa kasus, kukang lepasan eks-peliharaan justru merupakan jenis berbeda yang sebaran aslinya ada di pulau lain. Semisal, kukang sumatera eks peliharaan yang lepas atau kabur dari pemelihara yang tinggal di pulau Jawa. Tentu saja ini bisa beresiko menjadi spesies invasif.
Hilmi juga menghimbau apabila masyarakat melihat kukang di permukiman, baiknya jangan ditangkap dengan tangan langsung karena berbahaya. Selain bisa menggigit, kukang juga satwa berbisa.
“Kalau lihat kukang dan di dekat situ ada pohon, digiring saja kukangnya agar naik ke pohon. Kalau harus ditangkap, misalnya tidak ada pohon sama sekali, bisa pakai jaring ikan atau apapun yang ada di rumah untuk bantu menggiring atau memindahkan kukang. Sebisa mungkin hindari kontak langsung dengan kukang ya, untuk keselamatan satwa dan manusianya,” tutup Hilmi.