Populasi kukang saat ini di ambang kepunahan. Ketua IAR, Tantyo Bangun mengatakan, operasi besar penangkapan ratusan kukang oleh aparat beberapa tahun silam memang sedikit banyak telah memperbaiki keadaan. Namun, lagi-lagi juga ada permasalahan baru yang berbeda modelnya, seperti perdagangan ilegal lebih marak melalui internet.
Masalah itu jika dibiarkan bisa mengancam keberadaan hewan primata yang memiliki nama latin nycticebus ini. “Awasi jalur-jalur internet. Kita juga harus memeranginya dengan teknologi. Jangan sampai ketinggalan kereta istilahnya,” kata Tantyo kepada Republika, belum lama ini.
Menurut dia, perdangan satwa liar yang dilindungi mencerminkan taraf ekonomi masyarakat yang lemah. Akan tetapi, upaya yang dilakukan juga tidak hanya bisa lewat mematikan hulu dalam hal ini, pengepul atau penjual. Tetapi, gencar mematikan hilirnya alias mengedukasi para pembeli terkait larangan memelihara satwa dilindungi. “Memang adanya penjual artinya, cerminan ekonomi orang di pinggiran masih lemah. Tapi, kalau nggak ada yang beli, kan nggak akan ada juga penjual,” ujar dia.
Menurut Manajer Operasional IAR, Aris Hidayat, dalam lima sampai 10 tahun terakhir, permintaan kukang di pasaran kian meningkat. Popularitas kukang berkembang pesat, terutama di kalangan pecinta satwa peliharaan. “Kukang ini cukup tenar dan permintaannya juga berkembang pesat di beberapa negara. Akan tetapi, itu pula yang menjadi masalah bagi keanekaragaman hayati, memicu perdagangan satwa yang dilindungi,” kata Aris.
Dia menerangkan, di tengah semakin maraknya komunitas pecinta hewan peliharaan juga sedikitnya menimbulkan ekses negatif. Faktor inilah yang juga membuat permintaan semakin besar. “Semakin banyak klub pecinta satwa, akhirnya orang mudah beli, masuk komunitas kan otomatis harus punya hewan peliharaan. Dari klub, saling bertukar informasi, misalnya memelihara harimau yang benar. Akhirnya, memelihara hewan yang padahal dilindungi,” kata dia.
Aris mengakui, saat ini concern mengampanyekan terkait larangan memelihara satwa yang dilindungi. Langkah itu dinilainya menjadi masalah yang jamak dihadapi negara-negara berkembang. Sebab, izin perlindungan keanekaragaman hayati belum eksis, bahkan boleh dibilang sedikit terabaikan.
Dari tiga jenis kukang yang masih ada di Indonesia, yaitu Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, dua jenis di antaranya terancam punah. Berdasar data IAR secara daring, pada 2015 terdapat 208 sampai 1.100 pecinta kukang yang ada di media sosial. Lalu, di tujuh pasar di kota besar Tanah Air, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Palembang, ada sekurang-kurangnya 210 kukang yang diperjualbelikan. Menurut Aris, harga kukang dibanderol lumayan tinggi, tergantung kepandaian satwa, yaitu berkisar Rp 400 ribu sampai Rp 1 jutaan. Dia berharap, aparat juga bisa tegas menindak penjual kukang.
Sumber berita : republika.co.id