Kukang Jawa yang memiliki nama latin Nycticebus Javanicus merupakan jenis kukang yang terancam punah. Meski kukang dilindungi UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 7 tahun 1999. Hewan primata langka tersebut banyak diperjualbelikan untuk dipelihara.
Di Indonesia populasi kukang terancam oleh perdagangan untuk pemeliharaan. Pemeliharaan sendiri berperan besar dalam memusnahkan kukang. Pemelihara kukang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Paling banyak dipelihara di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang bergerak di bidang penyelamatan dan rehabilitasi satwa merilis data. Ada sekitar 200 – 250 individu kukang ditawarkan di tujuh pasar di empat kota besar setiap tahunnya.
Ketua YIARI, Tantyo Bangun mengatakan, ada sekitar 400 individu kukang dipelihara oleh pemilik media sosial yang terpantau. Jika 30 persen kukang mati di dalam siklus perdagangan, artinya ada 794 ekor kukang sudah diambil dari alam selama 2015.
“Angka perputaran uang di pasar sekitar 250 – 300 juta rupiah setiap tahun (dari kegiatan jual beli kukang),” kata Tantyo kepada Republika.co.id.
Padahal berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), Kukang Jawa termasuk dalam kategori kritis atau terancam punah. Sedangkan, Kukang Sumatera dan Kalimantan termasuk dalam kategori rentan punah.
Tantyo menerangkan, peran penting kukang dalam habitat adalah sebagai homeostatis (penyeimbang) ekosistem alam. Jika kukang tidak ada, habitat tersebut akan terganggu sehingga ekosistem juga menjadi timpang dan rusak. Kukang sendiri di alam sebagai pemakan serangga (hama tanaman).
“Kukang juga berperan penting dalam penyerbukan dan penyebaran tumbuhan di alam,” jelasnya.
Analoginya di kehidupan manusia ada guru, pedagang, pemulung sampah dan lain-lain. Misalkan pedagang tiba-tiba punah, maka akan terjadi kerusakan tatanan masyarakat. Begitu pula di alam, jika salah satu satwa punah, maka akan merusak tatanan ekosistem alam.
Mengapa pemelihara disebut sebagai salah satu penyebab utama kepunahan kukang, dikatakan Tantyo, sebab pembelian untuk pemeliharaan akan membuat perdagangan tetap berlangsung. Pemeliharaan kukang akan menjadi contoh dan daya tarik bagi orang sekitarnya untuk melakukan hal yang sama.
“Dampak buruknya akan berlipat jika kukang peliharaan dipamerkan di media sosial, karena akan makin banyak orang yang melihat dan menjadi ingin memelihara,” jelasnya.
Bahkan, memamerkan kukang peliharaan akan berpotensi memunculkan kelompok pecinta (pemelihara) kukang. Hasil pantauan YIARI, ada sekitar 1154 anggota grup pemelihara kukang di media sosial (Facebook) pada 2015. Ribuan angota tersebut terbagi dalam empat grup.
“Semakin banyaknya pemelihara kukang maka faktor ancaman kepunahan semakin besar,” kata Tantyo.
Dalam rangka menyelamatkan Kukang Jawa dari kepunahan, pusat penyelamatan dan rehabilitasi satwa YIARI telah melepaskan 16 kukang di area Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. Mereka dilepaskan sejak 2014 – 2016. YIARI terus melakukan translokasi (pemindahan) individu Kukang Jawa untuk dilepasliarkan di berbagai kawasan Suaka Margasatwa.
Tantyo mengungkapkan, kukang yang dilepas di Sumatera dan Kalimantan sudah ratusan. Tapi, di area Gunung Sawal baru belasan. “Satu kukang dari 16 kukang telah terpantau berhasil berkembang biak, artinya kukang tersebut sukses menyesuaikan diri lagi ke habitatnya,” katanya.
Sumber berita: republika.co.id