Dalam satu dekade terakhir, jumlah spesies baru primata Indonesia meningkat sebanyak 50%. Perkembangan ilmu dan penelitian seakan membuka tabir pengetahuan akan khasanah kehidupan hayati yang selama ini masih banyak tersembunyi. Bahkan untuk spesies kukang sendiri, yang pada awalnya hanya terdiri dari satu spesies yaitu Nycticebus coucang, lalu terpecah menjadi tiga spesies tersendiri yaitu Kukang Jawa (Nycticebus javanicus), Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) dan Kukang Kalimantan (Nycticebus menagensis).
Kini, penemuan dan penelitian pada tahun 2017 menyebutkan bahwa setidaknya Indonesia memiliki 3 jenis kukang spesies baru lainnya yaitu; Kukang Bangka (Nycticebus bancanus), Kukang Kalamasan (Nycticebus borneanus) dan Kukang Kayan (Nycticebus kayan). Misteri pengetahuan ini semakin banyak terungkap dalam laju sains yang semakin revolusioner. Sayangnya, berita-berita temuan spesies baru belum tentu menjamin nasib kelestarian dari primata-primata tersebut.
Spesies Baru Namun Terancam punah
Sedikitnya, 70% primata indonesia berada dalam ancaman kepunahan. Faktor ancaman tersebut sangatlah beragam, dan yang paling utama adalah hilangnya habitat alami mereka di alam.
Kerusakan habitat seperti alih fungsi hutan, kebakaran, pembalakan liar sering menjadi sebab utama dari ancaman kepunahan primata. Sama halnya dengan Orangutan Tapanuli, spesies baru yang dipublikasikan pada 2017 lalu. Nasibnya tak lebih baik ketika isu pembangunan PLTA akan mengancam nasib habitat alami mereka. Sengkarut proyek pembangunan tersebut masih terus berjalan hingga hari ini, dan belum menemukan titik temu.
Habitat bukanlah satu-satunya ancaman terbesar bagi primata. Persepsi bahwa kerusakan habitat adalah ancaman terbesar terhadap kelestarian primata justru membentuk sebuah pembenaran akan tindakan yang dampaknya tidak jauh berbeda.
Pemeliharaan satwa primata seakan menjadi pembenaran dari sebuah tindakan untuk menyelamatkan nasib dan kelestarian satwa. Faktanya, hal tersebut justru memicu semakin maraknya perburuan dan perdagangan satwa yang dilakukan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab.
Berlindung dibalik kalimat “lebih baik dipelihara daripada habitatnya rusak” seakan telah menyelamatkan seluruh entitas satwa tersebut. Padahal, ketika primata dijadikan peliharaan, hidupnya tak lagi memiliki peran bagi keseimbangan ekosistem yang selama ini mereka jalankan. Hak hidup dan peran mereka hanya terbatas pada ruang sekat kawat besi dan tembok semen. Peran mereka telah berganti, menjadi objek yang diperuntukan untuk memuaskan ego manusia.
Hari Primata Indonesia
Hari primata Indonesia, yang diperingati setiap tanggal 30 Januari memang bukanlah sebuah peringatan resmi layaknya hari hari besar keagamaan atau libur nasional. Namun penting bagi bangsa kita yang kaya akan keanekaragaman hayati, khususnya primata, untuk memberikan suatu hari khusus sebagai sebuah pengingat akan eksistensi mereka, yang terancam kepunahan.
Maraknya perburuan primata menjadi tema khusus dalam peringatan hari Primata Indonesia di tahun 2019. Dengan tagline Stop Perburuan Primata, pesan ini bukan hanya ditujukan bagi pelaku perburuan tradisional, perdagangan dan juga pengguna senapan angin. Pesan ini ditujukan pula kepada setiap individu masyarakat bahwa kita memiliki peran dalam mencegah akses kejahatan terhadap satwa (primata).
Kasus perburuan kukang yang terjadi pada Januari 2019 (3 minggu sebelum peringatan hari primata) adalah sebuah bukti bahwa kejahatan terhadap satwa dilindungi masih kerap terjadi dengan modus yang berubah-ubah dan menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Akan tetapi, peran masyarakat lah yang pada akhirnya dapat menghentikannya.
Partisipasi masyarakat untuk melaporkan aktivitas kejahatan satwa semakin meningkat seiring dengan sistem dan akses pelaporan yang lebih terbuka. Kesulitan terhadap akses pelaporan masyarakat seringkali menjadi penyebab keenganan untuk menindak temuan-temuan di lapangan. Bahkan ketakutan seperti pembocoran identitas pelapor menjadi alasan lain untuk berhenti menyampaikan keresahannya.
Laporkan!
Layanan Pengaduan KLHK, aplikasi E-Pelaporan Satwa Dilindungi Bareskrim Polri, atau aplikasi serupa yang digagas oleh LSM seperti Borneo Wildlife Crime adalah media-media yang bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan pelaporan temuan kejahatan satwa di lapangan.
Layanan call center dari tiap-tiap BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) juga sudah banyak disosialisasikan. Bahkan ada beberapa BKSDA yang menyertakan layanan tersebut hingga ke unit wilayah terkecil seperti Seksi Konservasi. Cukup membantu memang, meskipun tetap saja publikasi dan sosialisasi layanan seperti ini masih belum banyak diketahui oleh umum.
Hal ini juga yang menginisiasi kukangku untuk menghimpun data informasi layanan call center BKSDA pada satu halaman khusus di web ini agar memudahkan masyarakat melakukan pencarian, sesuai dengan wilayah terdekat.
Kita tentu berharap jika setiap aksi kejahatan satwa bisa ditindak oleh aparat. Akan tetapi aparat perlu dukungan kita untuk dapat memetakan aktivitas aktivitas kejahatan yang luput dari pantauan mereka. Dan di situ lah peran kita sebagai masyarakat yang peduli.
Selamat hari primata.
Lestari satwanya, kita jaga habitatnya.