Malam itu, Regina, seekor kukang Jawa betina, duduk diam di sudut kandangnya. Matanya yang kini tampak kosong dan memutih dalam temaram cahaya menatap lurus ke jaring kawat yang membatasi kebebasannya. Setiap malam, ia selalu seperti ini—memandang dunia luar yang tak lagi bisa ia jangkau.
Regina telah menjalani hidupnya di pusat rehabilitasi selama 16 tahun, setelah diserahkan oleh seseorang yang pernah memeliharanya di Jakarta. Saat pertama kali tiba di Pusat Rehabilitasi YIARI pada 28 September 2009, Regina membawa luka yang tak kasat mata. Giginya telah dipotong habis, menyisakan hanya geraham terakhir—bukti bisu bahwa ia adalah korban perdagangan ilegal satwa liar. Infeksi dari luka itu semakin parah, hingga akhirnya dokter hewan harus mencabut seluruh giginya pada tahun 2010.
Di pusat rehabilitasi, Regina mendapatkan tempat yang lebih baik. Hari-harinya dipenuhi perawatan penuh kasih dari dokter hewan dan perawat satwa. Barnas, salah satu perawat kukang, mengenang saat pertama kali Regina datang. Kondisinya sangat baik, tubuhnya sehat dan gemuk, bulunya pun tampak cerah.
“Regina ini kukang favorit kami semua. Sayangnya, dia tidak bisa dilepasliarkan lagi karena giginya telah habis dipotong menggunakan gunting kuku,” ujarnya.
Namun, seiring bertambahnya usia, Regina mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Penglihatannya perlahan memudar, dan sebuah tumor muncul di wajah mungilnya. Setiap minggu, dokter datang memeriksanya, memberinya vitamin tambahan, dan memastikan ia tetap nyaman di kandangnya.
Meskipun Regina tak lagi memiliki kesempatan untuk kembali ke alam liar, ia tetap menjalani hidupnya dengan tenang di tempat yang kini ia anggap sebagai rumah. Setiap malam, ia masih merayap perlahan di dalam kandangnya, seakan mengenang hari-hari bebasnya di hutan yang entah kapan terakhir kali ia lihat.
Regina bukan satu-satunya yang menjalani takdir seperti ini. Ada 80 kukang tua lainnya yang masih dirawat di pusat rehabilitasi. Sayangnya, 90% dari mereka tidak bisa kembali ke alam bebas karena berbagai masalah kesehatan.
Dokter hewan Pusat Rehabilitasi YIARI, drh. Imam Arifin, menjelaskan bahwa kukang-kukang ini membutuhkan perawatan khusus, terutama karena faktor usia.
“Banyak orang mengira setiap kukang yang masuk rehabilitasi pasti bisa dilepasliarkan. Padahal, kenyataannya tidak semudah itu,” ujarnya.
Kesalahan dalam perawatan oleh pemilik sebelumnya, pemberian makanan yang tidak sesuai, hingga praktik kejam perdagangan ilegal telah menghapus kesempatan mereka untuk kembali ke habitat aslinya. Kini, mereka hanya bisa menua dalam perawatan manusia, menghabiskan sisa hidup di balik pagar yang menggantikan rindangnya pepohonan hutan—rumah sejati yang tak akan pernah bisa mereka pulang.